Kenaikan Harga Elpiji Tabung 12 kg oleh Pertamina: Kado Tahun Baru yang Pahit
Pada Tahun Baru 2014, Pertamina mengirimkan kado yang tidak menyenangkan kepada masyarakat dengan menaikkan harga elpiji tabung 12 kg lebih dari 50 persen. Kenaikan harga ini membuat harga elpiji di tingkat konsumen mencapai Rp125.000,00 hingga Rp130.000,00, bahkan di lokasi yang jauh dari pangkalan, harganya bisa mencapai Rp150.000,00-Rp200.000,00. Kenaikan harga yang tiba-tiba ini merupakan kado yang tidak simpatik, tidak bijak, dan tidak logis. Masyarakat sebagai konsumen terkejut dengan kenaikan harga tanpa adanya sosialisasi sebelumnya. Pertamina mengambil keputusan ini dengan alasan merugi Rp22 triliun selama 6 tahun akibat kenaikan harga di pasar internasional dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kenaikan harga ini bahkan memaksa Presiden Republik Indonesia untuk meminta Wakil Presiden menggelar rapat mendadak dengan para menteri terkait. Setelah mendengarkan penjelasan dari Direksi Pertamina dan pandangan Menko Ekuin, Presiden membuat keputusan harga elpiji 12 kg yang diumumkan pada Minggu kemarin. Meskipun kita mengapresiasi langkah cepat pemerintah dalam menanggapi kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kg ini, kita juga harus bertanya-tanya apakah pemerintah tidak tahu atau tidak diberi tahu mengenai rencana Pertamina untuk menaikkan harga secara sewenang-wenang. Pertamina adalah perusahaan negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan minyak dan gas bumi untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sulit dipercaya bahwa pemerintah, terutama Menko Ekuin dan Menteri BUMN, tidak mengetahui atau tidak diminta pendapat mengenai keputusan ini. Jika dugaan kita benar, maka langkah pemerintah ini bisa dianggap sebagai reaksi semu. Reaksi ini muncul sebagai respons terhadap reaksi keras yang ditunjukkan oleh pimpinan DPR RI, DPD RI, dan masyarakat luas. Bahkan ada yang berpendapat bahwa reaksi ini hanya untuk pencitraan dan tidak benar-benar memperhatikan kesulitan dan kebutuhan rakyat. Kita tidak bisa sepenuhnya menerima alasan Pertamina bahwa mereka merugi Rp22 triliun selama 6 tahun menjadi regulator elpiji sehingga mereka menaikkan harga elpiji. Sebagai perusahaan yang bertanggung jawab, Pertamina tidak boleh hanya mengacu pada harga pasar dunia dalam membuat keputusan. Mereka juga harus mempertimbangkan keuntungan besar yang mereka dapatkan dari eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Keuntungan besar ini seharusnya digunakan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan sebagian keuntungan untuk mensubsidi kebutuhan bahan bakar bagi masyarakat menengah ke bawah. Sumber: Kedaulatan Rakyat, 6 Januari 2014