Makna Filosofis Siraman dalam Upacara Pernikahan Jawa **
Upacara siraman merupakan salah satu tradisi penting dalam pernikahan Jawa. Prosesi ini memiliki makna filosofis yang mendalam, melambangkan penyucian dan pembersihan diri calon pengantin putri sebelum memasuki kehidupan baru. Siraman diawali dengan sowan calon pengantin putri, yang menandakan kesiapannya untuk menjalani prosesi sakral ini. Air yang digunakan untuk siraman melambangkan kesucian dan penyucian dari dosa-dosa masa lalu. Prosesi ini dilakukan oleh para sesepuh dan orang tua, yang menunjukkan peran penting mereka dalam membimbing dan memberkati calon pengantin putri. Setelah siraman, dilanjutkan dengan potong rikma, yang melambangkan pelepasan masa kanak-kanak dan memasuki masa dewasa. Rikma yang dipotong kemudian ditanam, sebagai simbol harapan agar calon pengantin putri dapat tumbuh dan berkembang dalam kehidupan barunya. Selanjutnya, terdapat sadey dhawet, yang melambangkan harapan agar calon pengantin putri dapat hidup manis dan bahagia dalam rumah tangganya. Prosesi ini juga mengandung makna filosofis tentang pentingnya kebersamaan dan saling mendukung dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Puncak dari upacara siraman adalah dhahar sekul tumpeng, yang melambangkan rasa syukur dan harapan agar calon pengantin putri dapat hidup sejahtera dan penuh berkah. Kesimpulan: Upacara siraman bukan sekadar tradisi, tetapi mengandung makna filosofis yang mendalam. Melalui prosesi ini, calon pengantin putri disucikan, dibersihkan, dan diberkati untuk memasuki kehidupan baru yang penuh dengan harapan dan kebahagiaan. Hubungan dengan Realitas Siswa:** Sebagai generasi muda, kita perlu memahami dan menghargai tradisi budaya kita, termasuk upacara siraman. Memahami makna filosofis di balik tradisi ini dapat membantu kita untuk lebih menghargai nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Selain itu, memahami tradisi ini juga dapat membantu kita untuk lebih memahami budaya dan sejarah bangsa kita.