Bayangan Masa Lalu\x0a\x0a**
**
Arka, bayi mungil berumur tiga bulan, menangis keras di dalam box bayinya. Tangisannya nyaring, menggema di ruangan yang sunyi. Ridho, terbaring kaku di kursi roda, berusaha meraih Arka dengan tangan kanannya yang gemetar.
"Arka, sayang... Papa di sini," bisik Ridho, matanya berkaca-kaca.
Dhea, yang sedang duduk di sofa, hanya melirik sekilas ke arah Arka. Wajahnya dingin, tanpa sedikit pun rasa iba.
"Kenapa kamu nggak ngurusin dia, sih?" tanya Ridho, suaranya serak.
Dhea berdehem, "Aku lagi capek, Ridho. Kamu kan bisa ngurusin dia."
"Aku gimana mau ngurusin dia, Dhea? Tangan aku begini," Ridho menunjuk kursi rodanya dengan raut wajah sedih.
Dhea menghela napas, "Ya sudah, kamu istirahat aja. Nanti aku panggil suster."
Arka terus menangis. Ridho semakin gelisah.
"Dhea, tolong susuin dia. Dia pasti lapar," pinta Ridho.
Dhea menggeleng, "Nggak mau. Aku lagi nggak mood."
"Dhea, dia anak kita. Kenapa kamu bersikap dingin sama dia?" tanya Ridho, suaranya bergetar.
Dhea menoleh, matanya tajam, "Kamu pikir aku nggak ingat apa yang kamu lakukan padaku dulu? Kamu yang membuatku terpuruk, kamu yang membuatku menderita. Sekarang kamu minta aku untuk menyayangi anak kita? Tidak mungkin!"
Ridho terdiam. Dia tahu Dhea masih menyimpan dendam atas masa lalu. Saat itu, Ridho adalah anak populer di sekolah, sedangkan Dhea adalah gadis cupu yang sering menjadi bahan bully-annya. Ridho sering mengejek Dhea, menjatuhkan harga dirinya, bahkan sampai membuat Dhea putus asa.
"Dhea, aku sudah menyesal. Aku sudah berubah. Aku mohon, maafkan aku," ucap Ridho, suaranya bergetar.
Dhea mencibir, "Percuma kamu minta maaf. Luka yang kamu buat di hatiku tidak akan pernah sembuh."
Arka semakin keras menangis. Ridho merasa hatinya hancur. Dia ingin sekali memeluk Arka, menenangkannya, tapi dia tak berdaya.
"Dhea, tolong... Aku mohon," pinta Ridho, suaranya terisak.
Dhea akhirnya beranjak dari sofa, menghampiri Arka. Dia mengambil Arka dari box bayinya, lalu menggendongnya.
"Kenapa kamu selalu bersikap dingin padaku, Dhea?" tanya Ridho, matanya berkaca-kaca.
Dhea tidak menjawab. Dia hanya menatap Arka dengan tatapan kosong.
"Dhea, kamu tahu kan? Arka mirip aku," ucap Ridho, suaranya lirih.
Dhea terdiam. Dia memang menyadari bahwa Arka memiliki wajah yang mirip dengan Ridho.
"Dhea, aku mohon... Jangan benci Arka. Dia tidak bersalah," pinta Ridho, suaranya bergetar.
Dhea menghela napas, "Aku tidak membenci dia, Ridho. Aku hanya... Aku hanya takut."
"Takut apa, Dhea?" tanya Ridho, matanya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia takut, takut jika dia mencintai Arka, dia akan kembali terluka. Dia takut jika dia mencintai Arka, dia akan kembali merasakan sakit yang sama seperti yang dia rasakan dulu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan untuk menebus kesalahan," pinta Ridho, suaranya penuh penyesalan.
Dhea menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mencintaimu. Aku mencintai Arka. Aku mohon, jangan biarkan masa lalu menghancurkan masa depan kita," ucap Ridho, suaranya bergetar.
Dhea terdiam. Dia terjebak dalam dilema. Dia masih mencintai Ridho, tapi dia juga takut untuk kembali terluka.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"Dhea, aku mohon... Berikan aku kesempatan," pinta Ridho, suaranya penuh harap.
Dhea terdiam. Dia menatap Ridho dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia masih terluka, masih terbebani oleh masa lalu.
"D