Hukum Islam dan Hukum Positif: Perbandingan Beberapa Kasus** **
1. Terjemahan Ayat (Ayat yang dimaksud tidak disertakan dalam input. Mohon berikan ayat yang ingin diterjemahkan.) Jawab: *(Terjemahan ayat akan diletakkan di sini setelah ayat diberikan)* 2. Perbedaan Zina dalam Ilmu Fikih dan KUHP: Jawab: Zina dalam ilmu fikih didefinisikan sebagai hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan secara sukarela oleh dua orang yang bukan mahram. Definisi ini mencakup berbagai bentuk hubungan seksual, dan hukumannya bervariasi tergantung pada status pelaku (muhsan atau ghairu muhsan), serta bukti yang ada. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Indonesia, di sisi lain, mendefinisikan zina lebih sempit, umumnya berfokus pada persetubuhan dan lebih menekankan pada pembuktian secara hukum positif. Hukumannya pun berbeda, dan lebih berorientasi pada sanksi pidana duniawi. Perbedaan utama terletak pada sumber hukum (wahyu vs. buatan manusia) dan konsekuensi hukum (akhirat dan dunia). 3. Had bagi Pelaku Syurb Al-Khamr (Minuman Keras) menurut Imam Syafi'i: Jawab: Imam Syafi'i menetapkan had bagi pelaku syurb al-khamr (minuman keras) berupa *rajam* (rajam) jika pelaku telah melakukan perbuatan tersebut sebanyak empat kali. Namun, jika pelaku baru pertama, kedua, atau ketiga kali melakukan perbuatan tersebut, maka hukumannya adalah *ta'zir* (hukuman yang disesuaikan dengan kondisi dan tingkat kesalahan). Hukuman *ta'zir* ini bisa berupa hukuman cambuk, denda, atau hukuman lainnya yang dianggap sesuai. 4. Pengertian Hirabah dan Hadnya: Jawab: Hirabah dalam istilah syariat Islam adalah tindakan perampokan atau perampasan harta benda disertai dengan kekerasan, ancaman, atau teror. Para ulama sepakat bahwa hirabah merupakan kejahatan besar. Had bagi pelaku hirabah adalah hukuman mati (*qisas*), jika korban meninggal dunia. Jika korban selamat, hukumannya bisa berupa hukuman mati, potong tangan, atau hukuman lainnya tergantung pada tingkat kejahatan dan kondisi korban. 5. Had Pezina Ghairu Muhsan: Jawab: Had bagi pezina ghairu muhsan (yang belum pernah menikah atau telah menikah tetapi belum pernah melakukan hubungan seksual) adalah 100 kali cambukan. Ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW. Kesimpulan:** Memahami perbedaan penerapan hukum Islam dan hukum positif sangat penting. Meskipun keduanya bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan keadilan, pendekatan dan konsekuensinya berbeda. Pemahaman yang komprehensif akan membantu kita menghargai keragaman sistem hukum dan mencari jalan tengah dalam kehidupan bermasyarakat yang pluralis. Semoga penjelasan di atas dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang beberapa hukum Islam dan perbandingannya dengan hukum positif.