Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukuman jaksa Pinangki Sima Malasati atas kasus penerimaan dan pencucian uang dari 10 tahun menjadi empar tahun penjara. Adapun hukuman tersebut diputuskan dengan mempertimbangkan beberapa hal Salah satunya, karena Pinangki dianggap sudah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya "Bahwa terdakwa mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya mengikhlaskan dipecat dari profes sebagai jaksa. Oleh karena itu in masih dapat diharapkan akan berperlaku sebagai warga masyaraki yang balk," demikian disebutkan dalam laman putusan Mahkamah Agung (MA)seperti dilansir dari Antara, Selasa (15/6/2021) Hakim juga mempertimban gkan Pinangki adalah seorang ibu dari anak berusia empat tahun sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan Pertumbangan lainnya yakni Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan ,dan diperlakukan secara adil. (Sumber : https://nasional.kompas .com/read/20217701/hukuman-jaksa-pinangki dipangkas-s-tahun-jadi-4-tahun-m -pertimbangan-hakim? page=all) Pertanyaan : Berikan pendapat hukum anda terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yang memangkas masa Jaksa Pinangki Sima Malasar dari 10 tahun menjadi empat tahun, dikaitkan dengan konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia.

**Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yang memangkas huka Malasati dari 10 tahun menjadi pertimbangan hukum yang komprehensif, termasuk pengakuan kesalahan dan penyesalan oleh terdakwa, serta kondisi sosial dan keluarganya. Keputusan ini sejalan dengan prinsip hukum pidana di Indonesia yang mengakui pentingnya memberikan kesempatan rehabilitasi kepada pelaku, sambil tetap menegakkan keadilan dan memberikan efek jera dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia.

**Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memangkas hukuman Jaksa Pinangki Sima Malasati dari 10 tahun menjadi 4 tahun menunjukkan adanya pertimbangan khusus dalam sistem peradilan Indonesia. Keputusan ini didasarkan pada beberapa faktor, termasuk pengakuan kesalahan dan penyesalan oleh terdakwa, serta kondisi pribadi Pinangki sebagai seorang ibu dengan anak berusia empat tahun. Dalam konteks hukum pidana di Indonesia, undang-undang memberikan kewenangan kepada hakim untuk mempertimbangkan berbagai aspek sebelum menetapkan hukuman, termasuk latar belakang sosial dan keluarga pelaku. Hal ini sejalan dengan prinsip hukum yang mengakui bahwa setiap individu berhak mendapatkan kesempatan untuk berubah dan berintegrasi kembali ke masyarakat setelah menjalani hukuman.Selain itu, putusan ini juga mencerminkan upaya pemerintah dalam mewujudkan pemberantasan korupsi dengan memberikan efek jera kepada pelaku, namun tetap memberikan kesempatan rehabilitasi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, hakim berusaha menemukan keseimbangan antara keadilan bagi korban dan peluang rehabilitasi bagi pelaku.Namun, penting untuk dicatat bahwa setiap keputusan hukum harus mempertimbangkan kompleksitas kasus yang dihadapi, termasuk bukti-bukti yang disajikan dan argumen dari pihak-pihak yang terlibat. Dalam kasus ini, hakim tampaknya telah mempertimbangkan semua faktor tersebut sebelum mengambil keputusan.**