Dampak Penurunan Permukaan Air Laut dan Tanah di Indonesi

Penelitian yang dilansir dari Jurnal Geoid tahun 2019 mengenai analisis kenaikan muka air laut di Indonesia periode waktu 1993-2018 menunjukkan bahwa laju kenaikan muka air laut mencapai angka +4 hingga +4,5 mm per tahun. Angka ini merupakan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Data dari satelit yang dikumpulkan selama 20 tahun oleh ITB juga menunjukkan adanya penurunan permukaan air laut yang memperparah kondisi pesisir Indonesia, dengan estimasi penurunan muka tanah berkisar antara 1 hingga 10 cm per tahun. Bahkan, di daerah aglomerasi, penurunan ini dapat mencapai 15-20 cm per tahun. Kondisi ini juga terlihat di ibu kota Indonesia, dimana tanah tenggelam dengan kecepatan rata-rata 1-15 cm per tahun. Tingkat penurunan tidak merata, mulai dari 1 cm per tahun di selatan hingga 15 cm di barat, bahkan 25 cm di utara Jakarta. Fenomena ini dikenal sebagai penurunan tanah, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak terkontrol, seperti pengambilan volume besar air tanah dari akuifer di bawah kota. Di Jakarta, masalah tenggelamnya kawasan lebih diperparah oleh kondisi tanah lunak dan rawa tempat kota tersebut berdiri. Meskipun beberapa ekstraksi air tanah ilegal, kota tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mengawasinya secara efektif, dan pasokan air bersih tidak mencukupi untuk didistribusikan kepada penduduk setempat. Dengan kondisi ini, penting bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kesadaran akan dampak negatif dari penurunan permukaan air laut dan tanah. Langkah-langkah perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan harus segera diimplementasikan untuk mengatasi masalah ini demi menjaga keberlanjutan lingkungan hidup bagi generasi mendatang.