Penyesalan

Hamzah, seorang pria yang kuat secara mental, hidup dalam kemiskinan bersama ibu dan kakak laki-lakinya. Ayahnya meninggal ketika Hamzah masih dalam kandungan ibunya, meninggalkan luka yang mendalam dalam keluarga mereka. Meskipun memiliki hubungan yang erat dengan ibunya, Hamzah dan kakaknya sering bertengkar dan tidak pernah akur. Suatu hari, Hamzah menemukan sebuah cangkir ajaib yang memiliki kekuatan untuk mengubah air mata menjadi butiran mutiara. Namun, meskipun hidup dalam kemiskinan, Hamzah selalu bahagia dan jarang meneteskan air mata. Ia merasa bahwa dengan memiliki banyak mutiara, ia bisa keluar dari kemiskinan dan mencapai kekayaan yang selama ini ia impikan. Dengan keserakahan yang semakin besar, Hamzah mencoba mencari cara untuk membuat dirinya bersedih agar air matanya bisa menghasilkan lebih banyak mutiara. Namun, semakin ia mencoba, semakin sulit baginya untuk menangis. Ia merasa terjebak dalam lingkaran keinginan yang tidak pernah terpuaskan. Kisah ini berakhir dengan Hamzah duduk di atas tumpukan mutiara, dengan pisau berlumuran darah di tangannya. Ia menangis sejadi-jadinya di hadapan cangkir ajaib sambil memeluk tubuh tak bernyawa istri tercintanya. Ia menyadari bahwa kekayaan materi tidak bisa menggantikan kebahagiaan dan cinta sejati yang telah ia korbankan. Penyesalan menghantui Hamzah saat ia menyadari bahwa ia telah kehilangan segalanya demi kekayaan yang sia-sia. Ia belajar bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat ditemukan dalam harta benda, melainkan dalam hubungan yang kita bangun dengan orang-orang terdekat kita. Kisah Hamzah menjadi pengingat bagi kita semua bahwa kekayaan sejati tidak dapat diukur dengan materi, melainkan dengan kebahagiaan dan cinta yang kita berikan dan terima.