Senja di Abad Pertengahan **

** Udara dingin pagi menelusup masuk melalui celah-celah kayu jendela, membangunkan saya dari tidur. Cahaya redup yang menembus kain jendela tipis menandakan fajar telah tiba. Saya bangkit dari ranjang jerami yang keras, tulang-tulang saya terasa kaku setelah tidur semalaman. Bau asap kayu dan roti panggang tercium samar dari dapur, menandakan hari baru telah dimulai. Saya melangkah keluar dari kamar, melewati lorong sempit yang remang-remang. Suara-suara kehidupan mulai terdengar dari bawah: langkah kaki, suara percakapan, dan bunyi kayu yang bergesekan. Di halaman depan, para pekerja sudah sibuk dengan tugas mereka. Seorang tukang kayu sedang mengasah kapaknya, sementara yang lain sedang memotong kayu untuk membangun rumah baru. Seorang wanita sedang mencuci pakaian di sumur, airnya dingin dan jernih. Matahari mulai terbit di ufuk timur, memancarkan cahaya keemasan yang menerangi langit. Burung-burung berkicau riang, menyambut pagi yang cerah. Udara segar pagi terasa menyegarkan, membasuh rasa kantuk yang masih tersisa. Saya menghirup udara dalam-dalam, menikmati suasana pagi yang tenang dan damai. Di tengah hiruk pikuk kehidupan di penginapan, saya merasakan ketenangan yang mendalam. Hidup di abad pertengahan memang sederhana, namun penuh dengan keindahan dan kehangatan. Saya bersyukur bisa merasakan kehidupan di masa lampau, meskipun hanya untuk sesaat. Senja di abad pertengahan, dengan segala kesederhanaannya, telah meninggalkan kesan yang mendalam dalam hati saya.