Kabut Terakhir di Mutan Kame

Di hutan Mutan Kame, kehijauan yang indah dan segar telah menjadi pemandangan yang langka. Sungai yang dulu selalu mengalir dengan air jernih, kini hanya menyisakan genangan air yang kering. Kabut yang biasanya menghiasi langit sore telah menghilang, meninggalkan kehampaan dan kekeringan. Namun, ada satu kabut terakhir yang menjadi harapan bagi penduduk Mutan Kame. Kabut ini dianggap sebagai pertanda bahwa musim kemarau akan segera berakhir. Setiap kali kabut itu muncul, penduduk desa merasa lega dan berharap bahwa hujan akan segera turun. Namun, alarm yang terus berbunyi memberitahu mereka bahwa kabut terakhir ini mungkin tidak akan muncul lagi. Mereka harus siap menghadapi perubahan cuaca dan kemungkinan kekeringan yang lebih parah. Ketua desa, yang mereka panggil Bapa, mencoba memberikan penjelasan kepada penduduk desa. "Bapa, apa yang membuatmu yakin bahwa kabut terakhir ini tidak akan muncul lagi?" tanya seorang penduduk desa. Bapa menjawab dengan bijak, "Kehadiran manusia dalam hutan telah merusak ekosistem alaminya. Mereka membawa bau yang menusuk hidungku dan merusak pohon-pohon di sekitar kita. Kabut terakhir ini mungkin adalah peringatan bahwa kita harus lebih waspada terhadap perubahan cuaca dan menjaga kelestarian hutan ini." Penduduk desa merenungkan kata-kata Bapa dengan penuh kekhawatiran. Mereka menyadari bahwa mereka harus bertindak untuk melindungi hutan dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh manusia. Hanya dengan menjaga kelestarian alam, mereka bisa berharap melihat kabut terakhir ini kembali menghiasi langit Mutan Kame. Dalam keheningan malam, penduduk desa berjanji untuk menjaga hutan dan menghormati alam. Mereka berharap bahwa suatu hari nanti, kabut terakhir ini akan kembali muncul dan membawa hujan yang ditunggu-tunggu.