Perbandingan Tafsir Filipi 2:8 oleh Tokoh-tokoh Reformasi dan Implikasinya bagi Gereja Masa Kini

Kerinduan untuk mengenal Kristus lebih lagi menjadi tema sentral dalam surat Paulus kepada jemaat di Filipi. Ia menggambarkan kerinduan tersebut dengan begitu kuat, bahkan rela mengorbankan segala sesuatu yang pernah dianggapnya berharga. Frasa "kerugian besar" dalam Filipi 2:8 menjadi titik sentral yang mengundang perdebatan dan penafsiran beragam, khususnya di kalangan tokoh-tokoh Reformasi. Perbedaan interpretasi ini bukan hanya perdebatan teologis semata, melainkan memiliki implikasi penting bagi gereja masa kini dalam memahami konsep keselamatan dan panggilan hidup orang percaya.

Makna "Kerugian Besar" dalam Pandangan Tokoh Reformasi

Martin Luther, tokoh sentral Reformasi Protestan, mengartikan "kerugian besar" sebagai segala sesuatu yang bersifat duniawi dan bertentangan dengan iman kepada Kristus. Dalam pandangannya, manusia telah jatuh dalam dosa dan terpisah dari Allah. Satu-satunya jalan untuk beroleh keselamatan adalah melalui anugerah Allah yang diterima dengan iman kepada Yesus Kristus. Segala usaha manusia untuk mencapai keselamatan melalui perbuatan baik, status sosial, atau pengetahuan agama dianggapnya sebagai "kerugian besar" karena hanya mengalihkan fokus dari Kristus, satu-satunya sumber keselamatan.

Berbeda dengan Luther, Yohanes Calvin menafsirkan "kerugian besar" sebagai penyangkalan diri yang radikal. Bagi Calvin, orang percaya dipanggil untuk hidup kudus dan memuliakan Allah dalam segala aspek kehidupan. "Kerugian besar" merujuk pada kesediaan untuk melepaskan segala sesuatu yang menghalangi pengenalan dan ketaatan kepada Kristus, termasuk ambisi pribadi, keinginan daging, dan ikatan duniawi. Penekanan Calvin terletak pada kehidupan yang diubahkan dan menghasilkan buah-buah Roh sebagai bukti nyata dari keselamatan.

Implikasi bagi Gereja Masa Kini

Perbedaan penafsiran Luther dan Calvin terhadap "kerugian besar" memberikan perspektif penting bagi gereja masa kini. Pandangan Luther mengingatkan kembali akan esensi anugerah Allah dalam keselamatan. Gereja perlu menekankan bahwa keselamatan bukanlah hasil usaha manusia, melainkan semata-mata karena kasih karunia Allah yang diterima melalui iman kepada Kristus. Pesan ini relevan di tengah arus zaman yang seringkali mengutamakan pencapaian dan kesuksesan duniawi sebagai tolak ukur kebahagiaan.

Di sisi lain, penekanan Calvin pada penyangkalan diri dan kehidupan yang diubahkan menantang gereja untuk tidak terjebak dalam konsep keselamatan yang dangkal. Mengaku percaya kepada Kristus saja tidaklah cukup, melainkan harus tercermin dalam transformasi hidup yang nyata. Gereja perlu mendorong umat untuk hidup kudus, berintegritas, dan menjadi garam dan terang dunia.

Relevansi Ajaran Reformasi di Tengah Tantangan Kontemporer

Ajaran tokoh-tokoh Reformasi mengenai "kerugian besar" tetap relevan di tengah tantangan kontemporer. Materialisme, konsumerisme, dan hedonisme menjadi godaan yang dapat menggeser fokus orang percaya dari Kristus. Gereja perlu dengan tegas mengajarkan kebenaran Injil dan mengingatkan umat akan bahaya penyembahan berhala modern.

Selain itu, gereja juga perlu memberikan pendampingan dan pemuridan yang holistik agar umat mampu hidup dalam terang firman Tuhan di tengah dunia yang semakin gelap. Melalui pengajaran yang alkitabiah, komunitas yang suportif, dan teladan hidup para pemimpinnya, gereja dapat menjadi wadah yang efektif dalam membentuk karakter Kristus dalam diri setiap orang percaya.

Kerinduan Paulus untuk mengenal Kristus dan mengalami "kerugian besar" demi Injil haruslah menjadi inspirasi bagi gereja masa kini. Dengan memahami dan mengaplikasikan ajaran tokoh-tokoh Reformasi, gereja dapat terus bertumbuh dalam iman, menjadi saksi Kristus yang autentik, dan membawa dampak positif bagi dunia.