Teori Siklus: Melihat Perubahan sebagai Sesuatu yang Berulang

Teori siklus, yang dikemukakan oleh Oswald Spengler, seorang ahli filsafat Jerman, melihat perubahan sebagai sesuatu yang berulang. Menurut Spengler, setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses perputaran ini memakan waktu sekitar seribu tahun. Arnold Toynbee, seorang sejarawan Inggris, juga berpandangan bahwa peradaban muncul dari masyarakat primitif melalui proses perlawanan dan respons masyarakat terhadap kondisi yang merugikan mereka. Peradaban tersebut mencakup kelahiran, pertumbuhan, kemandegan, dan disintegrasi karena pertempuran antara kelompok-kelompok dalam memperebutkan kekuasaan. Sementara itu, Pitirim A Sorokin, seorang sosiolog Rusia, berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Ketiga sistem kebudayaan tersebut adalah: a. Kebudayaan ideologis (ideologis culture): Kebudayaanasari pada nilai-nilai atau perasaan dan adikodrati. Kebudayaan ini mencakup kepercayaan terhadap unsur adikodrati dan rasionalitas berdasarkan fakta saling melengkapi. b. Kebudayaan materialistik (materialistic culture): Kebudayaan ini didasari pada kebutuhan material dan kekayaan. Kebudayaan ini mencakup kepercayaan terhadap kekuatan material dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan material. c. Kebudayaan spiritual (spiritual culture): Kebudayaan ini didasari pada nilai-nilai spiritual dan spiritualitas. Kebudayaan ini mencakup kepercayaan terhadap kekuatan spiritual dan kemampuan untuk mencapai spiritualitas. Teori siklus menawarkan perspektif yang berbeda dalam melihat perubahan, menyoroti bahwa perubahan adalah sesuatu yang berulang dan menyerupai spiral. Teori ini menekankan pentingnya memahami siklus perubahan dan dampaknya pada masyarakat dan budaya.