Pancasila di Era Orde Baru: Sebuah Analisis Kritis

Pancasila, ideologi dasar negara Indonesia, telah mengalami perjalanan panjang dan penuh dinamika. Sejak dirumuskan pasca kemerdekaan, Pancasila terus diinterpretasi dan diimplementasikan dalam konteks sosial-politik yang terus berubah. Salah satu periode krusial dalam sejarah Pancasila adalah era Orde Baru, di mana ideologi ini diposisikan secara unik dan kontroversial.

Penafsiran Tunggal dan Dominasi Politik

Era Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto menandai periode di mana Pancasila mengalami proses indoktrinasi yang sistematis. Pemerintahan Orde Baru menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal, yang berarti seluruh organisasi sosial dan politik diwajibkan untuk menjadikan Pancasila sebagai landasan ideologi. Hal ini, meskipun tampak positif di permukaan, justru membuka peluang bagi pemerintah untuk membungkam kritik dan perbedaan pendapat. Pancasila, yang seharusnya menjadi ideologi yang inklusif, justru digunakan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan.

Depolitisasi dan Pendistorsian Makna

Upaya indoktrinasi Pancasila di era Orde Baru juga diiringi dengan program P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Program ini, yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat, justru terjebak dalam formalitas dan minim substansi. Pancasila direduksi menjadi hafalan lima sila dan simbol-simbol negara, tanpa pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya. Akibatnya, Pancasila kehilangan rohnya sebagai ideologi yang hidup dan dinamis.

Kontradiksi antara Teori dan Praktik

Ironisnya, meskipun gencar melakukan indoktrinasi Pancasila, rezim Orde Baru justru seringkali bertindak kontradiktif dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kesenjangan sosial yang tinggi, praktik korupsi yang merajalela, dan pelanggaran HAM yang terjadi menunjukkan bahwa implementasi Pancasila di era Orde Baru jauh dari kata ideal. Hal ini menciptakan disonansi antara retorika Pancasila yang idealis dengan realitas sosial-politik yang timpang.

Menggali Kembali Relevansi Pancasila

Pasca runtuhnya Orde Baru, muncul kesadaran kolektif untuk merefleksikan kembali makna dan relevansi Pancasila. Penafsiran tunggal dan indoktrinasi yang terjadi di masa lalu telah meninggalkan luka dan trauma sejarah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mendekonstruksi pemahaman yang terdistorsi dan membangun kembali Pancasila sebagai ideologi yang inklusif, demokratis, dan berkeadilan.

Pancasila, sebagai ideologi yang lahir dari rahim perjuangan bangsa, memiliki potensi besar untuk menjawab tantangan zaman. Namun, untuk mewujudkan potensinya, diperlukan komitmen bersama untuk terus menggali makna dan nilai-nilai luhurnya, serta menerjemahkannya dalam tindakan nyata yang berpihak pada kepentingan rakyat. Hanya dengan demikian, Pancasila dapat menjadi ideologi yang hidup dan memandu Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.