Si Tukang Becak dan Lampu Merah ##

Di tengah hiruk pikuk kota, di mana deru mesin dan asap kendaraan bermotor memenuhi udara, hiduplah seorang tukang becak bernama Pak Karto. Pak Karto, dengan tubuh kekar dan wajah yang selalu dihiasi senyum ramah, telah puluhan tahun mengayuh becaknya di jalanan kota. Ia adalah saksi bisu perubahan zaman, dari jalanan yang masih sepi hingga macetnya lalu lintas yang tak tertahankan. Suatu hari, Pak Karto sedang mengantar penumpang di tengah kota. Saat lampu merah menyala, Pak Karto pun berhenti di persimpangan jalan. Di sampingnya, berjajar mobil-mobil mewah dengan mesin yang meraung-raung. Pak Karto memperhatikan para pengemudi mobil yang tampak kesal karena harus berhenti. "Lho, Pak, kok Bapak malah senyum-senyum?" tanya penumpangnya heran. "Ya, Pak, saya senang. Lampu merah ini kan tanda kita harus berhenti. Berarti kita bisa istirahat sebentar, ngobrol, dan menikmati pemandangan," jawab Pak Karto sambil tertawa. Penumpangnya terdiam sejenak, lalu berkata, "Tapi, Pak, kalau kita terus-terusan berhenti, kapan kita sampai tujuan?" Pak Karto kembali tertawa, "Ya, Pak, memang benar. Tapi, kalau kita terus-terusan ngebut, kapan kita bisa menikmati perjalanan?" Kalimat Pak Karto membuat penumpangnya terdiam. Ia menyadari bahwa Pak Karto, dengan kesederhanaannya, telah memberikan pelajaran berharga tentang makna hidup. Dalam kesibukan mengejar tujuan, kita seringkali melupakan pentingnya menikmati perjalanan. Pak Karto, dengan becaknya yang sederhana, telah mengajarkan kita untuk menghargai waktu, menikmati proses, dan tidak terburu-buru dalam menjalani hidup. Ia mengingatkan kita bahwa hidup bukan hanya tentang mencapai tujuan, tetapi juga tentang menikmati setiap momen yang dilalui. Pesan: Anekdot ini menyindir perilaku masyarakat yang terburu-buru dan tidak sabar, serta mengingatkan kita untuk menghargai waktu dan menikmati perjalanan hidup.