Perlawanan Masyarakat Melayu Riau terhadap Penjajahan Inggris dan Jepang

Perlawanan masyarakat Melayu Riau terhadap penjajahan Inggris dan Jepang merupakan bagian penting dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Tercatat berbagai pertempuran yang terjadi di Rokan, Bengkalis, Bukitbatu, dan Siak. Perlawanan terhadap Jepang, terutama terjadi di Enok, Indragiri Hilir, dan Labuhantangga (Rokan Hilir). Di Enok, perlawanan dimulai dengan ketidakmauan masyarakat menyerahkan hasil tanaman mereka kepada Jepang. Sementara di Labuhantangga, dipicu oleh larangan Jepang terhadap pelaksanaan takbir dan sholat Idul Fitri tahun 1944. Perlawanan terhadap Jepang dilakukan dengan berbagai cara, tidak hanya dengan senjata. Salah satu bentuk perlawanan yang signifikan adalah mogok kerja dan pemboikotan. Mogok kerja ini misalnya, diperlihatkan oleh buruh-buruh kerja paksa yang membuat jalan Pekanbaru-Bangkinang. Namun, peristiwa ini berakhir tragis ketika Jepang justru menyiksa buruh yang ternyata menewaskan ribuan orang. Selain itu, perlawanan masyarakat adat juga terjadi melawan penjajah. Orang Laut, sebagai kelompok yang pernah menjadi musuh Belanda di laut, juga turut serta dalam perlawanan ini. Permusuhan antara Belanda dengan Orang Laut terjadi karena penolakan kerja sama yang direncanakan Belanda dengan Orang Laut. Akibat penolakan tersebut, Belanda menciptakan isu tentang kejahatan yang dilakukan Orang Laut terhadap lalu lintas laut. Belanda menuduh Orang Laut sebagai perompak yang merampas barang-barang bawaan kapal ketika melintas di Selat Malaka. Dari kejadian-kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlawanan masyarakat Melayu Riau terhadap penjajahan Inggris dan Jepang merupakan manifestasi dari semangat kebangsaan dan keinginan untuk mempertahankan kedaulatan. Meskipun perlawanan ini tidak selalu berhasil dalam jangka pendek, namun dampaknya memberikan inspirasi bagi generasi berikutnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.