Sepatu Butut Andi

Sepatu butut Andi, sebuah cerita pendek oleh Ely Chandra Perangin-angin, menceritakan tentang sepatu lama yang digunakan oleh seorang anak bernama Andi. Meskipun sepatu tersebut sudah sangat usang dan tidak layak pakai, Andi tetap memakainya tanpa ada protes dari orang tuanya. Andi adalah seorang anak tidak seperti teman-temannya yang memiliki sepatu keren dan baru. Ia selalu memakai sepatu butut itu ke sekolah setiap hari. Hal ini sangat mengganggu seorang teman Andi yang merasa malu berjalan bersama dengannya. Sepatu butut Andi begitu mencolok di mata teman-temannya. Cerpen ini menggambarkan perasaan sang narator yang tidak dapat mengerti mengapa Andi tidak meminta sepatu baru kepada orang tuanya. Orang tua Andi bukanlah orang yang kaya, tetapi mampu membelikan sepatu baru yang lebih layak pakai bagi Andi. Sang narator merasa kebingungan mengapa Andi tetap memakai sepatu butut tersebut. Suatu malam, sang narator memutuskan untuk membuang sepatu butut Andi. Ia berencana untuk membuangnya saat Andi sedang tidak ada di rumah, dengan harapan bahwa Andi akan membeli sepatu baru jika ia tidak menemukan sepatu bututnya. Sang narator merasa bahwa ini adalah kesempatan bagi Andi untuk memiliki sepatu baru yang lebih baik. Meskipun rencana sang narator terlihat sederhana, ia merasa yakin bahwa bisa melakukannya. Namun, ia juga merasa sedikit cemas karena tidak tahu bagaimana reaksi Andi ketika mengetahui sepatu bututnya hilang. Tapi sang narator yakin bahwa ini adalah langkah yang perlu diambil untuk kebaikan Andi. Cerpen ini berfokus pada perasaan dan pemikiran sang narator tentang sepatu butut Andi. Ia merasa sangat terganggu dengan keberadaan sepatu tersebut dan merasa malu berjalan bersama Andi. Namun, cerita ini juga memberikan pertanyaan kepada pembaca mengenai alasan Andi memilih untuk tetap memakai sepatu bututnya. Apakah Andi memiliki alasan khusus atau mungkin ia merasa nyaman dengan sepatu tersebut? Cerita ini mengajarkan kita untuk tidak menghakimi orang lain berdasarkan penampilan mereka. Meskipun sepatu butut Andi terlihat tidak layak pakai, mungkin bagi Andi itu adalah sepatu yang paling berarti baginya. Cerpen ini juga mengingatkan kita untuk tidak terlalu memaksakan standar kecantikan atau penampilan pada orang lain. Dalam akhir cerita, sang narator merenungkan tentang tindakannya untuk membuang sepatu butut Andi. Ia menyadari bahwa mungkin ia harus mencoba memahami alasan Andi dan menghargai pilihannya. Meskipun sepatu butut itu tidak nyaman bagi sang narator, ia menyadari bahwa penting untuk menghormati perbedaan dan menerima orang lain apa adanya. Dengan demikian, cerpen ini memberikan wawasan tentang pentingnya memahami dan menerima perbedaan orang lain. Sepatu butut Andi menjadi simbol bagi keunikan dan pemahaman bahwa setiap orang memiliki cerita dan alasan di balik penampilan mereka.