Konflik Arab-Yahudi di Palestina pada Awal Abad ke-2

Pada awal abad ke-20, terjadi konflik yang memanas antara komunitas Arab dan Yahudi di Palestina. Konflik ini dipicu oleh sejumlah faktor, termasuk penarikan pasukan Ottoman dari Palestina pada tahun 1918 dan Deklarasi Balfour yang dikeluarkan oleh Inggris pada tahun yang sama. Setelah pasukan Ottoman menarik diri dari Palestina pada tahun 1918, terjadi perubahan signifikan dalam komposisi penduduk di wilayah tersebut. Antara tahun 1880 dan 1911, jumlah orang Yahudi di Palestina meningkat dari 24.000 menjadi 65.000, atau sekitar 10% dari total populasi. Pertumbuhan ini menyebabkan ketegangan antara komunitas Arab dan Yahudi. Deklarasi Balfour, yang dikeluarkan oleh Inggris pada tahun 1917, juga menjadi faktor penting dalam memperburuk konflik ini. Deklarasi ini menyatakan dukungan Inggris terhadap pendirian "tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi" di Palestina. Meskipun deklarasi ini tidak secara langsung menyebabkan konflik, namun hal ini memperkuat aspirasi nasional Yahudi dan memicu ketegangan dengan komunitas Arab. Konflik ini terus memanas seiring berjalannya waktu. Pada tahun 1922, Liga Bangsa-Bangsa menerima mandat Inggris atas Palestina, yang menjadi dasar hukum bagi keberadaan Inggris di wilayah tersebut. Mandat ini juga menjadi dasar bagi aspirasi nasional Yahudi di Palestina. Konflik Arab-Yahudi di Palestina pada awal abad ke-20 memiliki akar yang kompleks dan melibatkan sejumlah faktor politik, sosial, dan historis. Konflik ini terus berlanjut hingga saat ini, dengan berbagai upaya perdamaian dan penyelesaian yang belum berhasil mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua belah pihak. Dalam menghadapi konflik ini, penting bagi semua pihak untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. Hanya dengan dialog dan kompromi, konflik ini dapat diselesaikan dan kedamaian dapat tercapai di Palestina.