Malam Kelahiran di Tengah Badai\x0a\x0a**

Angin berdesir kencang di luar, menghantam jendela kaca rumah tua itu dengan keras. Di dalam, Elia terbaring di ranjang, keringat dingin membasahi dahinya. Raut wajahnya pucat pasi, bibirnya terkatup rapat menahan rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya.

"Zio, gue takut..." lirih Elia, suaranya nyaris tak terdengar di tengah gemuruh angin.

Zio, suaminya, duduk di samping ranjang, tangannya menggenggam erat tangan Elia. Matanya menatap lekat wajah istrinya, berusaha menenangkannya. "Gue disini, sayang. Tenang, semuanya akan baik-baik saja."

Mbok Iyem, bidan desa yang berpengalaman, mondar-mandir di ruangan itu, sesekali memeriksa kondisi Elia. "Dia datang, Zio. Segera," bisik Mbok Iyem, suaranya tenang dan berpengalaman.

Zio pun mulai membaca ayat-ayat suci Al-Quran, suaranya mengalun lembut di tengah badai yang mengamuk di luar. "Ya Allah, mudahkanlah kelahiran istriku. Berikanlah kekuatan dan kesehatan padanya."

Tangan Zio menempel di perut Elia, memberikan rasa hangat dan ketenangan. Mbok Iyem, dengan tangan terampil, membimbing Elia untuk mendorong.

"Sakit!!!" teriak Elia, suaranya terengah-engah.

"Jangan teriak, Elia. Dorong pelan-pelan," kata Mbok Iyem, suaranya tegas namun lembut.

Elia mengenggam erat tangan Zio, berusaha menahan rasa sakit yang menggelegak di tubuhnya. Zio terus membaca ayat-ayat suci, suaranya menjadi sumber kekuatan bagi Elia.

Angin berhembus semakin kencang, seakan ingin menerjang rumah itu. Namun, di dalam, sebuah keajaiban sedang terjadi. Sebuah kehidupan baru terlahir di tengah badai, membawa harapan dan cinta di tengah kegelapan.

Catatan:**

Kisah ini menggambarkan kekuatan cinta, iman, dan dukungan dalam menghadapi masa-masa sulit. Meskipun di tengah badai, kelahiran seorang anak membawa kebahagiaan dan harapan baru.