Perbedaan Fatwa Dar Ifta dan MUI Mengenai Aborsi

Fatwa dari Dar Ifta dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki perbedaan signifikan dalam hal keharaman melakukan aborsi. MUI mengharamkan aborsi sejak terjadinya implantasi blastosis (nidasi), sementara Dar Ifta memiliki pandangan yang lebih fleksibel, memperbolehkan aborsi baik sebelum maupun setelah tiupkannya ruh. MUI, sebagai otoritas tertinggi dalam masalah keagamaan di Indonesia, menegaskan bahwa kehidupan manusia dimulai pada saat nidasi, yaitu ketika embrio melekat pada dinding rahim. Dalam pandangan ini, aborsi setelah nidasi dianggap tidak sah secara hukum dan moral. MUI berpendapat bahwa setiap kehidupan manusia harus dihormati dan dilindungi sejak awal, dan oleh karena itu, aborsi setelah nidasi dilarang. Di sisi lain, Dar Ifta, yang merupakan lembaga fatwa independen, memiliki pandangan yang lebih luas mengenai waktu pelarangan aborsi. Mereka berpendapat bahwa kehidupan manusia dimulai pada saat tiupkannya ruh, yang biasanya terjadi sekitar 120 hari setelah konsepsi. Oleh karena itu, mereka memperbolehkan aborsi sebelum waktu tersebut, namun setelahnya, aborsi dianggap tidak sah. Perbedaan pandangan ini mencerminkan keragaman pemikiran dalam komunitas Muslim mengenai isu sensitif seperti aborsi. Meskipun ada perbedaan, namun tujuan utama dari kedua lembaga ini adalah untuk melindungi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Mereka mendorong umat Muslim untuk mempertimbangkan dampak moral dan etis dari tindakan mereka, serta untuk mencari solusi yang adil dan bijaksana dalam menghadapi situasi yang sulit. Dalam menghadapi perbedaan pandangan ini, penting bagi umat Muslim untuk terus berdiskusi dan mencari pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan. Dengan demikian, mereka dapat membuat keputusan yang tepat dan bertanggung jawab dalam menghadapi isu-isu kompleks seperti aborsi.