Cahaya di Mata Ibu **

** Matahari sore menerobos celah jendela kayu, menyapa wajah lelah Pak Ahmad. Ia baru pulang dari sawah, tubuhnya dipenuhi debu dan keringat. Di meja makan, sudah terhidang sepiring nasi hangat dan lauk sederhana. Di sampingnya, duduk seorang anak laki-laki, matanya berbinar-binar. "Ini, Pak, ikan goreng kesukaan Bapak," ujar anak laki-laki itu, namanya Reza. Pak Ahmad tersenyum, tangannya meraih sepotong ikan dan mengantarnya ke mulut. "Terima kasih, Nak. Reza sudah hebat bisa masak sendiri." Reza memang anak yang luar biasa. Ia selalu berusaha membanggakan orang tuanya. Setiap hari, ia membantu ibunya di pasar, menjual hasil panen mereka. Ia juga rajin belajar, meskipun harus berjalan kaki jauh ke sekolah. Suatu hari, Reza mengikuti lomba cerdas cermat di sekolah. Ia gugup, tapi tekadnya bulat untuk meraih juara. Ia ingin membuat orang tuanya bangga. Hasilnya, Reza berhasil meraih juara pertama. Ia pulang dengan wajah sumringah, membawa piala dan hadiah. "Lihat, Pak, Reza juara!" teriak Reza, menunjukkan piala kepada ayahnya. Pak Ahmad memeluk Reza erat. "Hebat, Nak! Bapak bangga padamu." Mata Ibu Reza berkaca-kaca. Ia terharu melihat semangat dan usaha anaknya. Ia tahu, Reza melakukan semua ini untuk kebahagiaan mereka. Reza memang hanya anak kecil, tapi tekadnya untuk membanggakan orang tuanya begitu besar. Ia adalah cahaya di mata Ibu, yang selalu menerangi hari-hari mereka dengan kebahagiaan.