Analisis Perbedaan Jumlah Rakaat Shalat Tarawih dalam Mazhab Fiqih

Perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih memang menjadi perbincangan hangat, khususnya di bulan Ramadhan. Umat Islam di berbagai belahan dunia menjalankan shalat tarawih dengan jumlah rakaat yang beragam, memicu pertanyaan tentang mana yang paling benar. Fenomena ini sesungguhnya mencerminkan kekayaan khazanah fiqih dalam Islam, yang menawarkan ragam interpretasi terhadap dalil dan hadits. Memahami perbedaan ini penting, bukan untuk menciptakan perpecahan, melainkan untuk memperkaya wawasan dan toleransi antar umat Muslim.

Ragam Jumlah Rakaat dalam Pandangan Mazhab Fiqih

Salah satu perbedaan mencolok terletak pada jumlah rakaat shalat tarawih. Mazhab Hanafi, misalnya, memandang shalat tarawih paling utama dilakukan sebanyak 20 rakaat. Dasar dari pandangan ini adalah hadits riwayat Imam Baihaqi yang menyebutkan bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menunaikan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat. Sementara itu, mazhab Maliki dan Syafi'i menganjurkan 36 rakaat, dengan merujuk pada hadits riwayat Imam Malik dalam Al-Muwaththa’. Hadits tersebut meriwayatkan bahwa pada masa Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam melaksanakan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat.

Dalil dan Argumen di Balik Perbedaan

Perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih ini didasari oleh penafsiran yang berbeda terhadap dalil dan hadits. Mazhab Hanafi, yang menganut 20 rakaat, berpendapat bahwa hadits yang menyebutkan jumlah rakaat lebih dari itu dhaif atau lemah. Mereka juga berargumen bahwa shalat malam lebih utama dikerjakan dengan lama dan khusyuk, sehingga 20 rakaat dirasa lebih proporsional. Di sisi lain, mazhab Maliki dan Syafi'i yang menganjurkan 36 rakaat, mendasarkan pandangannya pada riwayat yang dianggap lebih kuat. Mereka berpendapat bahwa shalat tarawih merupakan ibadah sunnah yang memiliki keutamaan besar, sehingga mengerjakannya dengan jumlah rakaat lebih banyak lebih utama.

Menghargai Perbedaan dalam Bingkai Ukhuwah

Perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih ini hendaknya tidak menjadi sumber perpecahan. Setiap mazhab memiliki dalil dan argumennya masing-masing. Yang terpenting adalah kita menghormati perbedaan tersebut dan tidak saling menyalahkan. Justru, dengan memahami perbedaan ini, kita dapat memperkaya wawasan dan toleransi antar umat Muslim. Ingatlah bahwa tujuan utama shalat tarawih adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sikap terbaik dalam menyikapi perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih adalah dengan mengedepankan sikap toleransi dan saling menghargai. Kita boleh berbeda pendapat, namun jangan sampai perbedaan tersebut memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam. Fokuslah pada tujuan utama shalat tarawih, yaitu untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.