Kisah Sang Pengrajin dan Pohon Beringin Tua **

Di sebuah desa kecil nan asri, hiduplah seorang pengrajin kayu bernama Pak Karta. Keahliannya dalam mengukir kayu terkenal seantero desa. Tangannya yang cekatan mampu mengubah kayu menjadi berbagai bentuk indah, mulai dari patung, ukiran, hingga perabotan rumah. Suatu hari, Pak Karta mendapat pesanan istimewa. Seorang bangsawan dari kota besar ingin memesan sebuah meja ukiran yang rumit dan indah. Pak Karta pun menerima pesanan itu dengan penuh semangat. Ia bertekad untuk membuat meja yang terbaik, yang akan menjadi kebanggaan bagi dirinya dan desa. Namun, masalah muncul ketika Pak Karta mencari kayu yang tepat. Ia membutuhkan kayu yang kuat, kokoh, dan memiliki serat yang indah. Setelah mencari ke sana kemari, Pak Karta akhirnya menemukan kayu yang cocok di sebuah hutan di pinggir desa. Kayu itu berasal dari pohon beringin tua yang menjulang tinggi, dengan akar yang mencengkeram tanah dengan kuat. Pak Karta merasa ragu untuk menebang pohon beringin itu. Pohon itu sudah menjadi bagian dari desa, tempat berteduh bagi para petani, dan tempat bermain anak-anak. Namun, ia juga tidak ingin mengecewakan bangsawan yang telah memesan meja itu. Akhirnya, Pak Karta memutuskan untuk menebang pohon beringin itu. Ia berjanji akan menggunakan kayu itu dengan sebaik-baiknya, dan akan menanam pohon baru sebagai penggantinya. Dengan hati yang berat, Pak Karta menebang pohon beringin itu. Ia mengukir kayu itu dengan penuh ketelitian dan kesabaran. Ia menorehkan setiap detail dengan penuh cinta, seolah-olah ia sedang mengukir sebuah karya seni. Setelah berminggu-minggu, meja ukiran itu pun selesai. Meja itu sangat indah, dengan ukiran yang rumit dan detail. Pak Karta merasa bangga dengan karyanya. Ia yakin bahwa meja itu akan menjadi kebanggaan bagi bangsawan yang memesannya. Namun, ketika Pak Karta hendak mengantarkan meja itu ke kota, ia mendengar kabar buruk. Bangsawan yang memesan meja itu telah meninggal dunia. Pak Karta merasa sedih dan kecewa. Ia merasa bahwa semua usahanya sia-sia. Pak Karta membawa meja itu kembali ke desa. Ia meletakkan meja itu di bawah pohon beringin yang baru ia tanam. Ia berharap bahwa meja itu akan menjadi simbol dari kearifan dan keteguhan hati. Sejak saat itu, meja ukiran itu menjadi tempat berkumpul bagi warga desa. Mereka duduk di meja itu, bercerita, bernyanyi, dan tertawa bersama. Meja itu menjadi simbol dari persatuan dan kebersamaan. Sudut Pandang: Cerita ini menunjukkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, baik positif maupun negatif. Pak Karta harus memilih antara memenuhi kebutuhannya dan menjaga kelestarian alam. Keputusannya untuk menebang pohon beringin tua memiliki dampak yang besar bagi dirinya dan desa. Pesan:** Cerita ini mengajarkan kita untuk menghargai alam dan lingkungan sekitar. Kita harus bijak dalam memanfaatkan sumber daya alam, dan selalu memikirkan dampak dari tindakan kita. Kita juga harus belajar untuk menerima konsekuensi dari pilihan yang kita buat, dan berusaha untuk menjadikan setiap pengalaman sebagai pelajaran berharga.