Apem Rebo Wekasan: Tradisi dan Makna di Balik Kue Beras Sederhana **

Rebo Wekasan, hari Rabu terakhir di bulan Safar, merupakan hari yang istimewa bagi sebagian masyarakat Jawa. Di hari ini, tradisi membuat dan menyantap apem menjadi tradisi yang tak terpisahkan. Apem, kue beras berwarna putih dengan tekstur lembut dan sedikit manis, memiliki makna filosofis yang mendalam dan menjadi simbol harapan dan keberkahan. Tradisi apem pada Rebo Wekasan memiliki akar sejarah yang kuat. Di masa lampau, bulan Safar dianggap sebagai bulan yang penuh dengan musibah dan bencana. Masyarakat Jawa percaya bahwa dengan membuat dan menyantap apem, mereka dapat memohon perlindungan dan keselamatan dari malapetaka. Apem, dengan warna putihnya yang melambangkan kesucian, diharapkan dapat menangkal energi negatif dan membawa keberkahan. Selain makna filosofis, apem juga memiliki nilai praktis. Kue ini mudah dibuat dan bahan bakunya mudah didapat. Hal ini menjadikan apem sebagai makanan yang terjangkau dan dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Tradisi membuat apem bersama-sama juga menjadi momen untuk mempererat tali silaturahmi dan membangun kebersamaan. Di era modern ini, tradisi apem pada Rebo Wekasan masih terus lestari. Meskipun makna dan filosofinya mungkin tidak dipahami sepenuhnya oleh generasi muda, tradisi ini tetap menjadi bagian penting dari budaya Jawa. Apem menjadi simbol ketahanan budaya dan warisan leluhur yang perlu dilestarikan. Kesimpulan:** Tradisi apem pada Rebo Wekasan merupakan bukti nyata bagaimana budaya Jawa mampu beradaptasi dengan zaman. Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol harapan dan keberkahan, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya menjaga nilai-nilai luhur dan warisan budaya. Di tengah arus globalisasi yang kian deras, tradisi apem menjadi oase yang menyegarkan dan mengingatkan kita akan pentingnya menjaga akar budaya dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang.