Malam yang Gelap dan Kekhawatiran Fatimah

Malam itu, Fatimah tinggal sendirian di rumah. Seperti biasa, suaminya, Djama, pergi ke pertemuan malam Jumat. Namun, kali ini, ada perasaan khawatir yang muncul dalam hati Fatimah. Dia membuka jendela dan melihat kegelapan dan kesunyian di sekitarnya. Jalan raya sudah sepi dan rumah-rumah tetangga tertutup rapat. Itulah kehidupan di desa. Begitu gelapnya, orang-orang sudah tidur begitu gelapnya. Hanya saat bulan purnama, anak-anak dan orang tua berkumpul di pekarangan rumah untuk menikmati cahaya bulan. Namun, malam ini sangat gelap, bulan tidak terlihat. Sepertinya akan hujan karena bintang-bintang juga bersembunyi di balik awan.

Fatimah teringat pada Djama. Dia merasa bahagia bisa bersama suaminya. Meskipun Djama hanya seorang guru bantu dengan gaji kecil, kehidupan mereka tidak kekurangan. Mereka hidup hemat dan bijaksana. Selain itu, Djama juga mewarisi rumah dari neneknya dan memiliki sebidang tanah yang cukup luas. Besok, mereka berencana membeli sapi dan kerbau.

Tiba-tiba, Fatimah merasa takut. Apa yang akan terjadi jika uang mereka dicuri? Djama mengatakan bahwa tidak akan ada orang yang mencurinya, tetapi mungkin saja ada. Bagaimana jika ada pencuri datang? Apa yang harus dia lakukan? Fatimah merasa kekhawatiran itu semakin membesar.

"Ah, bodoh aku," pikir Fatimah. Dia segera menutup jendela. Dia membuka lemari dan mengeluarkan peti yang berisi uang. Dia mengambil empat ratus sembilan puluh lima rupiah dan menyembunyikannya di bawah kasur. Sisanya, lima rupiah, dia biarkan di dalam peti. Setelah mengunci peti, dia meletakkannya kembali di dalam lemari dan menguncinya. Fatimah berbaring di tempat tidur dengan perasaan lega.

Bagian utama ini menggambarkan kegelisahan dan kekhawatiran Fatimah saat tinggal sendirian di rumah pada malam yang gelap. Meskipun hidup mereka tidak kekurangan, kekhawatiran tentang keamanan uang mereka membuat Fatimah merasa cemas. Dia mengambil tindakan untuk menyembunyikan uang mereka dengan harapan mengurangi kekhawatiran tersebut.