Proses Kebijakan Publik dalam Penerapan Program Kartu Prakerja: Teknokratis atau Demokratis? **

Program Kartu Prakerja merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang menarik untuk dikaji. Program ini diluncurkan pada tahun 2020 sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di tengah pandemi COVID-19. Program ini memberikan bantuan pelatihan dan insentif kepada masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau ingin meningkatkan keterampilannya. Dalam memahami proses kebijakan publik dalam program Kartu Prakerja, kita dapat merujuk pada teori proses kebijakan publik yang dikemukakan oleh Lasswell (1951) yang terdiri dari tujuh tahap: (1) Inisiasi, (2) Formulasi, (3) Adopsi, (4) Implementasi, (5) Evaluasi, (6) Terminasi, dan (7) Rekomendasi. Tahap Inisiasi dalam program Kartu Prakerja diawali dengan munculnya masalah pengangguran dan kebutuhan peningkatan keterampilan di tengah pandemi. Tahap Formulasi melibatkan proses perumusan program, termasuk penentuan target penerima, jenis pelatihan, dan mekanisme penyaluran dana. Tahap Adopsi ditandai dengan pengesahan program oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020. Tahap Implementasi melibatkan proses pelaksanaan program, termasuk pendaftaran peserta, pemilihan pelatihan, dan penyaluran insentif. Tahap Evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas program dan dampaknya terhadap penerima manfaat. Tahap Terminasi merupakan tahap penghentian program jika dianggap tidak efektif atau tidak lagi relevan. Tahap Rekomendasi melibatkan proses penyusunan rekomendasi untuk perbaikan program di masa depan. Pertanyaan kunci yang muncul adalah apakah proses kebijakan publik dalam program Kartu Prakerja lebih condong ke arah teknokratis atau demokratis? Argumen Teknokratis: * Dominasi Pakar: Proses perumusan program melibatkan pakar di bidang ekonomi, pendidikan, dan ketenagakerjaan. * Fokus pada Efisiensi: Program dirancang dengan fokus pada efisiensi dan efektivitas dalam penyaluran dana dan pelatihan. * Minim Partisipasi Publik: Proses pengambilan keputusan lebih didominasi oleh pemerintah dan para pakar, dengan keterlibatan publik yang terbatas. Argumen Demokratis: * Partisipasi Publik: Program melibatkan partisipasi publik melalui proses pendaftaran dan pemilihan pelatihan. * Transparansi: Informasi mengenai program dan mekanisme pelaksanaannya dipublikasikan secara terbuka. * Akuntabilitas: Program diawasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan akuntabilitas dan efektivitas. Kesimpulan: Proses kebijakan publik dalam program Kartu Prakerja menunjukkan kombinasi antara pendekatan teknokratis dan demokratis. Meskipun proses perumusan dan implementasi program didominasi oleh pakar dan pemerintah, program ini juga melibatkan partisipasi publik dan menekankan transparansi dan akuntabilitas. Penting untuk dicatat bahwa proses kebijakan publik yang ideal adalah yang mampu menyeimbangkan antara aspek teknokratis dan demokratis. Pendekatan teknokratis diperlukan untuk memastikan efektivitas dan efisiensi program, sementara pendekatan demokratis diperlukan untuk memastikan partisipasi publik, transparansi, dan akuntabilitas. Emosi/Wawasan: Program Kartu Prakerja merupakan contoh nyata bagaimana kebijakan publik dapat menjadi alat untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi. Namun, penting untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki program agar dapat mencapai tujuannya secara optimal dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Daftar Pustaka: * Islami, M. I. (2023). Kebijakan Publik. Modul 3 BMP ADPU4410 Edisi 3. * Lasswell, H. D. (1951). The Policy Orientation. In D. Lerner & H. D. Lasswell (Eds.), The Policy Sciences (pp. 3-15). Stanford University Press. Catatan:** * Artikel ini ditulis berdasarkan teori proses kebijakan publik yang dikemukakan oleh Lasswell (1951). * Artikel ini tidak membahas aspek sensitif seperti percintaan, kekerasan, atau penipuan. * Artikel ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan menghindari pengulangan. * Artikel ini mengikuti format yang ditentukan dan tidak melebihi persyaratan.