Analisis Teori Struktural Fungsional Merton: Penerapan dalam Konteks Sosial Indonesia

Teori Struktural Fungsional, yang dipelopori oleh Talcott Parsons dan Robert K. Merton, telah lama menjadi pisau analisis yang tajam dalam memahami dinamika masyarakat. Merton, dengan revisinya yang brilian, membawa teori ini lebih dekat pada realitas sosial yang kompleks. Ia menawarkan kerangka berpikir untuk mengkaji bagaimana struktur sosial, dalam bentuk norma dan institusi, berfungsi, sekaligus mengakui adanya disfungsi dan ketegangan di dalamnya.

Menelisik Fungsi dan Disfungsi Struktur Sosial

Merton menekankan pentingnya membedakan fungsi manifest dan fungsi laten dari struktur sosial. Fungsi manifest merujuk pada konsekuensi yang diinginkan dan disadari, sementara fungsi laten adalah konsekuensi yang tidak diinginkan dan tidak disadari. Misalnya, sistem pendidikan di Indonesia secara manifest berfungsi untuk mencerdaskan dan mempersiapkan generasi muda untuk memasuki dunia kerja. Namun, secara laten, sistem ini juga dapat menciptakan stratifikasi sosial berdasarkan akses terhadap pendidikan berkualitas.

Lebih lanjut, Merton memperkenalkan konsep disfungsi, yaitu konsekuensi negatif dari struktur sosial. Disfungsi ini dapat bersifat manifest atau laten. Kembali pada contoh sistem pendidikan, disfungsi manifest dapat terlihat dari kesenjangan kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Sementara itu, disfungsi laten dapat berupa munculnya sistem les privat yang semakin mengukuhkan kesenjangan akses terhadap pendidikan.

Anomali dan Ketegangan dalam Masyarakat Indonesia

Salah satu kontribusi penting Merton adalah pengakuannya terhadap adanya anomali dan ketegangan dalam struktur sosial. Anomi, menurut Merton, muncul ketika terjadi ketidaksesuaian antara tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat dan sarana yang tersedia untuk mencapainya. Di Indonesia, contohnya dapat dilihat dari tingginya angka korupsi. Tujuan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi seringkali tidak diimbangi dengan sarana yang legal dan adil, sehingga mendorong individu untuk mencari jalan pintas yang melanggar norma.

Ketegangan sosial, di sisi lain, muncul dari pertentangan antara nilai dan norma yang dianut oleh kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Keberagaman budaya dan agama di Indonesia merupakan potensi sekaligus tantangan. Perbedaan interpretasi terhadap nilai-nilai tertentu dapat memicu konflik horizontal, seperti yang pernah terjadi dalam beberapa kasus intoleransi antarumat beragama.

Relevansi Teori Merton dalam Konteks Kontemporer

Teori Struktural Fungsional Merton tetap relevan dalam menganalisis berbagai fenomena sosial di Indonesia saat ini. Misalnya, dalam era digital, media sosial memiliki fungsi manifest sebagai platform komunikasi dan informasi. Namun, secara laten, media sosial juga dapat menjadi ruang penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang mengancam kohesi sosial.

Dalam konteks ekonomi, globalisasi membawa peluang sekaligus tantangan. Persaingan global menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun, di sisi lain, globalisasi juga dapat memperlebar kesenjangan ekonomi jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang berkeadilan.

Teori Merton memberikan kerangka berpikir yang sistematis untuk mengidentifikasi fungsi, disfungsi, anomali, dan ketegangan dalam struktur sosial. Dengan memahami konsep-konsep ini, kita dapat merumuskan solusi yang lebih tepat sasaran dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial di Indonesia. Penting untuk diingat bahwa masyarakat adalah entitas yang dinamis, sehingga analisis struktural fungsional perlu dilakukan secara kontekstual dan terus menerus diperbarui.