Stratifikasi Sosial: Mengapa Penghasilan Tinggi Tak Selalu Berarti Status Tinggi? **

Pendahuluan: Dalam masyarakat, kita seringkali berasumsi bahwa penghasilan tinggi berbanding lurus dengan status sosial yang tinggi. Namun, realitas menunjukkan bahwa hal ini tidak selalu benar. Fenomena Ali, seorang freelancer dengan penghasilan tinggi, yang dianggap berada di lapisan sosial yang lebih rendah dibandingkan Dimas, seorang PNS dengan penghasilan lebih rendah, merupakan contoh nyata dari kompleksitas stratifikasi sosial. Pembahasan: Stratifikasi sosial adalah pembagian masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang tidak setara berdasarkan status sosial dan prestise. Dalam kasus Ali dan Dimas, beberapa aspek stratifikasi sosial berperan: * Status Sosial: * Status Ascribed: Dimas, sebagai PNS, memiliki status ascribed yang lebih tinggi karena terkait dengan status pegawai negeri. Status ini diperoleh sejak lahir dan dianggap lebih prestisius. * Status Achieved: Ali, meskipun memiliki penghasilan tinggi, status achieved-nya tidak diakui secara sosial karena pekerjaan freelancer-nya dianggap kurang prestisius. * Kekayaan dan Penghasilan: * Meskipun Ali memiliki penghasilan tinggi, ia mungkin tidak memiliki kekayaan yang sama dengan Dimas. Dimas, sebagai PNS, memiliki akses ke aset seperti rumah dan kendaraan yang diperoleh melalui gaji dan tunjangan. Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan tidak selalu sejalan dengan penghasilan. * Prestise dan Kekuasaan: * Pekerjaan Dimas sebagai PNS dianggap memiliki prestise yang lebih tinggi dibandingkan pekerjaan freelancer Ali. * Dimas juga memiliki kekuasaan yang lebih besar karena bekerja di sektor publik dan memiliki akses ke sumber daya dan kebijakan. * Modal Sosial: * Dimas, sebagai PNS, memiliki modal sosial yang lebih tinggi karena memiliki jaringan sosial yang kuat di lingkungan kerjanya. * Ali, sebagai freelancer, mungkin memiliki modal sosial yang lebih rendah karena bekerja secara mandiri dan tidak memiliki jaringan sosial yang luas. * Norma Sosial dan Budaya: * Masyarakat cenderung menghargai pekerjaan formal di kantor dan menganggap pekerjaan freelancer sebagai pekerjaan yang kurang prestisius. Hal ini menunjukkan bahwa norma sosial dan budaya dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap status sosial seseorang. Kesimpulan: Fenomena Ali dan Dimas menunjukkan bahwa stratifikasi sosial tidak hanya berdasarkan penghasilan, tetapi juga dipengaruhi oleh status sosial, prestise, kekuasaan, modal sosial, dan norma sosial. Ali, meskipun memiliki penghasilan tinggi, dianggap berada di lapisan sosial yang lebih rendah karena tidak memiliki status sosial, prestise, dan modal sosial yang sama dengan Dimas. Hal ini menunjukkan bahwa stratifikasi sosial merupakan sistem yang kompleks dan tidak selalu mencerminkan keadilan sosial. Refleksi:** Contoh ini mengingatkan kita bahwa status sosial tidak selalu mencerminkan nilai dan kontribusi seseorang terhadap masyarakat. Penting untuk menghargai beragam bentuk pekerjaan dan profesi, serta memahami bahwa stratifikasi sosial merupakan sistem yang kompleks dan dinamis.