Aroma Asap dan Pelukan Hangat **

** Senja menyapa dengan langit jingga yang memudar. Di teras rumah, Ibu duduk menjahit, jarinya lincah menari di atas kain. Aroma teh hangat tercium samar, bercampur dengan aroma tanah basah setelah hujan. "Bapak kok lama banget ya, Bu?" tanya Beni, anak sulung Ibu, yang sedang asyik bermain layangan di halaman. Ibu tersenyum, "Sabar ya, Nak. Bapak pasti sedang ngobrol sama Pak RT." Beni mengangguk, matanya masih tertuju pada layangannya yang terbang tinggi di langit. Namun, hatinya sedikit gundah. Biasanya, Bapak sudah pulang sebelum matahari terbenam. Tak lama kemudian, suara motor terdengar dari kejauhan. Beni langsung berlari ke gerbang, matanya berbinar-binar. "Bapak!" teriaknya, berhamburan ke pelukan Bapak yang baru saja turun dari motor. Bapak tersenyum, "Eh, Beni, udah gede ya. Layangannya bagus, Nak." Beni tersipu malu. Ia mencium aroma asap rokok yang samar dari baju Bapak. "Bapak beli rokok lagi?" tanya Beni, sedikit kecewa. Bapak menggaruk kepalanya, "Iya, Nak. Bapak lagi ngantuk nih. Rokoknya buat ngilangin ngantuk." Beni mengerutkan kening. Ia tahu, Bapak seringkali merasa lelah dan mengantuk setelah bekerja seharian. "Bapak, nanti kalau Bapak ngantuk, jangan ngerokok ya. Nanti Bapak sakit," kata Beni, dengan nada yang sedikit khawatir. Bapak terkekeh, "Iya, Nak. Bapak janji." Beni memeluk Bapak erat. Ia tahu, Bapak sangat mencintainya. Ia juga tahu, Bapak ingin yang terbaik untuknya. "Bapak, aku sayang Bapak," bisik Beni. Bapak mengelus kepala Beni, "Bapak juga sayang Beni." Senja semakin meredup. Aroma asap rokok bercampur dengan aroma teh hangat dan tanah basah, menciptakan aroma khas yang menenangkan. Di teras rumah, Ibu tersenyum melihat keharmonisan keluarga kecilnya. Ia tahu, meskipun Bapak memiliki kebiasaan buruk, cinta dan kasih sayang mereka akan selalu ada, seperti aroma senja yang menenangkan.