Lomba Pidato sebagai Alternatif Peringatan Hari Kartini di SMA Bhinnek

Pada suatu hari di kelas X SMA Bhinneka, Wali kelas sedang berdiskusi dengan para siswa tentang rencana memperingati Hari Kartini. Wali kelas, Ibu Siti, memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk memberikan masukan dan saran mengenai bentuk acara apa yang akan dilakukan untuk memperingati Hari Kartini.

Siswa pertama, Rudi, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa jika acara yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya diadakan, akan terasa membosankan. Lomba keluwesan dengan pakaian adat sudah hampir setiap tahun dilaksanakan, bahkan banyak sekolah lain yang juga mengadakannya. Rudi mengusulkan agar diadakan lomba yang berbeda.

Ibu Siti mendukung usulan Rudi, asalkan lomba masih berkaitan dengan peringatan Hari Kartini. Siswa kedua, Maya, tidak sepakat dengan adanya lomba pakaian adat. Menurutnya, lomba tersebut memberatkan, baik dari segi biaya sewa pakaian adat maupun riasnya yang mahal. Maya mengusulkan agar diadakan lomba pidato bertema emansipasi wanita, yang identik dengan cita-cita R.A Kartini.

Ibu Siti tertarik dengan usulan Maya, namun ia khawatir apakah banyak siswa yang tertarik untuk mengikuti lomba pidato ini. Siswa ketiga, Andi, mendukung ide lomba pidato. Menurutnya, lomba pidato bisa menjadi sarana untuk belajar public speaking bagi siswa. Selain itu, lomba ini juga dapat memupuk kepercayaan diri. Baginya, keberhasilan sebuah acara tidak hanya bergantung pada jumlah peserta, tetapi juga pada manfaat yang bisa didapatkan dari kegiatan tersebut.

Setelah mendengarkan pendapat dari siswa-siswa lainnya, Ibu Siti memutuskan untuk melaporkan usulan lomba pidato kepada kepala sekolah. Ia yakin bahwa lomba pidato ini akan menjadi alternatif yang menarik dan bermanfaat dalam memperingati Hari Kartini di SMA Bhinneka.