Faktor Fisik vs Non-Fisik dalam Pembentukan Kep

Kepribadian seseorang adalah hasil dari berbagai faktor yang kompleks dan saling terkait. Dalam membentuk kepribadian, apakah aspek fisik atau non-fisik yang lebih dominan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mempertimbangkan berbagai teori dan pandangan yang ada. Pandangan pertama aspek fisik, seperti genetika dan biologi, memainkan peran penting dalam pembentukan kepribadian. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa gen tertentu dapat mempengaruhi sifat-sifat seperti kecerdasan dan temperamen (Plomin & Deary, 2015). Selain itu, kondisi medis tertentu, seperti gangguan otak, juga dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Namun, pandangan ini tidak lengkap tanpa mempertimbangkan faktor non-fisik. Faktor-faktor seperti lingkungan, budaya, dan pengalaman hidup juga sangat berpengaruh. Misalnya, seorang individu yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih dan dukungan cenderung memiliki kepribadian yang lebih positif dibandingkan dengan mereka yang tumbuh dalam lingkungan yang keras dan tidak mendukung (Erikson, 1963). Selain itu, teori psikologi seperti teori kognitif dan teori psikodinamik juga menekankan pentingnya faktor non-fisik. Dari perspektif kognitif, cara seseorang memandang dunia dan dirinya sendiri dapat mempengaruhi kepribadiannya. Sementara itu, teori psikodinamik menekankan bahwa pengalaman masa lalu dan konflik bawah sadar dapat membentuk kepribadian seseorang. Dengan demikian, meskipun aspek fisik memainkan peran dalam pembentukan kepribadian, faktor non-fisik seperti lingkungan, budaya, dan pengalaman hidup juga sangat penting. Kedua aspek ini saling berinteraksi dan bersama-sama membentuk kepribadian seseorang. Referensi: - Erikson, E. H. (1963). Childhood and Society. W.W. Norton & Company. - Plomin, R., & Deary, I. J. (2015). Genetics and Intelligence Differences: Five Special Findings. Molecular Psychiatry, 20(1), 98-108.