Cahaya di Ujung Lorong **

** Mentari sore menyinari wajah Rara, gadis kecil berambut ikal yang sedang asyik bermain di taman belakang rumahnya. Ia berlarian mengejar kupu-kupu, tawa riangnya bergema di udara. Rara adalah anak tunggal, namun tak pernah merasa kesepian. Ia memiliki teman-teman di taman, burung-burung yang bernyanyi, dan pohon-pohon yang menjulang tinggi seperti raksasa. Suatu hari, Rara mendengar ibunya bercerita tentang sebuah desa di ujung lorong, tempat anak-anak seusianya tak bisa merasakan kebahagiaan seperti dirinya. Mereka hidup dalam kemiskinan, tak punya akses pendidikan, dan masa depan mereka tampak suram. Hati Rara tersentuh. Ia ingin membantu, ingin berbagi kebahagiaan yang ia rasakan. Rara bercerita kepada teman-temannya di taman. Mereka pun tergerak hatinya. Bersama-sama, mereka mengumpulkan mainan lama, buku-buku cerita, dan pakaian yang sudah tak terpakai. Rara juga mengajak teman-temannya untuk belajar bersama, agar kelak mereka bisa menjadi guru bagi anak-anak di desa itu. Rara dan teman-temannya akhirnya sampai di desa itu. Mereka disambut hangat oleh anak-anak yang penuh harap. Rara dan teman-temannya berbagi mainan, cerita, dan ilmu pengetahuan. Mereka bermain bersama, tertawa bersama, dan belajar bersama. Matahari mulai terbenam, saatnya Rara dan teman-temannya pulang. Namun, mereka meninggalkan jejak harapan di hati anak-anak desa. Rara menyadari, bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya miliknya sendiri, tetapi bisa dibagikan kepada orang lain. Ia berjanji akan kembali, dan terus berbagi kebahagiaan dengan anak-anak di ujung lorong. Rara dan teman-temannya adalah generasi penerus bangsa yang penuh semangat dan peduli. Mereka menunjukkan bahwa kebahagiaan bisa dibagikan, dan harapan bisa tumbuh di mana saja. Mereka adalah cahaya di ujung lorong, yang menerangi masa depan yang lebih cerah.