Kearifan Lokal: Panduan Hidup yang Diwariskan Secara Turun Temuru

Kearifan nilai-nilai kebijaksanaan atau ajaran kebaikan yang diwariskan secara turun temurun di suatu masyarakat tertentu. Ini adalah panduan hidup yang dihasilkan dari pengalaman panjang masyarakat dalam memahami kehidupan. Kearifan lokal sering mengandung panduan tentang apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan untuk mencapai kelangsungan hidup yang berkelanjutan (pengembangan berkelanjutan). Salah satu contoh kearifan lokal adalah ajaran Pitutur Tilu di masyarakat Sunda, yang terletak di wilayah Jawa Barat. "Pitutur Tilu" berarti "Tiga Nasihat". Tiga nasihat tersebut mencakup Tata Wayah (Tata Waktu), Tata Lampah (Tata Perilaku), dan Tata Wilayah (Tata Ruang). Tata Waktu mengajarkan tentang pentingnya membagi waktu dengan benar dalam beraktivitas, baik dalam satu hari maupun satu tahun penuh. Ini termasuk anjuran waktu yang tepat untuk memulai pertaniananen hasilnya. Tata Perilaku mengajarkan tentang sikap yang sesuai dengan norma kesopanan, baik untuk berinteraksi dengan orang yang lebih tua, teman sebaya, maupun orang yang lebih muda. Tata Ruang mengajarkan cara menata lahan untuk mendukung kehidupan. Untuk mencapai kelangsungan hidup yang berkelanjutan, masyarakat Sunda mengenal ajaran berikut: "Gunung harus dibiarkan menjadi hutan, tebing harus ditanami bambu, mata air harus dipelihara, tanah kosong harus dijadikan lebin ditanami dataran luas untuk dijadikan sawah daerah." Ini adalah panduan praktis yang mengajarkan masyarakat bagaimana menata lahan untuk mendukung kehidupan mereka. Kearifan lokal seperti ini sangat penting karena mereka memberikan panduan hidup yang dihasilkan dari pengalaman panjang masyarakat. Mereka mengajarkan nilai-nilai kebijaksanaan dan ajaran kebaikan yang diwariskan secara turun temurun, dan mereka memberikan panduan praktis tentang bagaimana menata lahan untuk mendukung kehidupan. Kearifan lokal seperti ini adalah bagian penting dari budaya dan seharusnya dipelajari dan dihormati.