Ketika Komunikasi Tidak Berfungsi: Kisah Tiga Orang Tuli

Dalam sebuah desa terpencil, hiduplah seorang penggembala yang sangat terkenal karena ketulusan dan kebaikannya. Suatu hari, penggembala tersebut pergi meninggalkan dombanya di bawah pengawasan seorang pemotong rumput yang juga tinggal di desa tersebut. Sebelum pergi, penggembala berterima kasih kepada pemotong rumput atas kesediaannya menjaga domba-dombanya. Namun, ketika penggembala kembali ke desa, ia mendapati istrinya sedang sakit dan dirawat oleh para istri tetangga. Tanpa ragu, penggembala mengambil makanan untuk istrinya dan segera kembali ke bukit tempat domba-dombanya berada. Dengan cermat, ia menghitung domba-dombanya dan menyadari bahwa semuanya masih lengkap. Ia merasa terharu dan berpikir bahwa pemotong rumput benar-benar bisa dipercaya. Dalam hati, penggembala memutuskan untuk memberikan domba pincang yang seharusnya akan ia sembelih sebagai ungkapan terima kasih kepada pemotong rumput. Ia berlari mendekati pemotong rumput sambil memanggul domba pincang di atas bahunya. Namun, alih-alih menerima hadiah dengan gembira, pemotong rumput marah dan menolak menerimanya. Ia bahkan mengancam akan memukul penggembala jika ia mendekat. Sang penggembala heran dengan reaksi pemotong rumput tersebut. Ia mencoba memanggil seorang musafir penunggang kuda yang kebetulan sedang melintas untuk meminta bantuan. Namun, musafir tersebut juga tuli dan tidak dapat mendengar apa yang dikatakan penggembala dan pemotong rumput. Musafir tersebut ternyata seorang pencuri kuda yang tersesat dan bermaksud bertanya kepada mereka di mana ia berada. Ketika musafir tersebut mengakui bahwa ia baru saja mencuri kuda, pemotong rumput semakin marah dan menuduh musafir tersebut sebagai pemilik kuda yang dicurinya. Penggembala mencoba menjelaskan bahwa ia hanya ingin memberikan domba pincang sebagai ucapan terima kasih kepada pemotong rumput, namun pemotong rumput tetap tidak percaya. Pada saat itu, seorang sufi tua yang bisu sedang berjalan mendekat. Penggembala segera meminta bantuan sang sufi untuk menyelesaikan perselisihan ini. Namun, sang sufi hanya memandangi mereka dengan tatapan tajam, mencoba mencari petunjuk kebenaran dari situasi ini. Akhirnya, pencuri kuda melarikan diri dengan kudanya, dan sang sufi melanjutkan perjalanannya. Dalam hatinya, sang sufi berpikir bahwa kadang-kadang kata-kata tidak berfungsi dan lebih baik tidak mengucapkan hal-hal yang tidak perlu agar tidak menimbulkan kecalahan. Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa komunikasi yang efektif sangat penting dalam menghindari kesalahpahaman dan konflik. Terkadang, kata-kata tidak cukup untuk menyampaikan maksud dan perasaan kita. Oleh karena itu, kita perlu belajar untuk mendengarkan dengan teliti dan memahami perspektif orang lain sebelum membuat kesimpulan yang salah.