Rias, Air Mata dan Keadilan di Sekolah **

Matahari pagi menyinari mansion keluarga Natio, namun suasana di dalam rumah terasa mencekam. Ria, si bungsu, terbaring lemah di ranjangnya. Wajahnya pucat pasi, matanya sembab bekas tangisan. Malam sebelumnya, ia pulang dari sekolah dengan hati hancur. Perkataan-perkataan kasar dan tindakan bullying yang ia alami di sekolah telah membuatnya terpuruk. Argantara Natio, sang ayah, yang biasanya tegar, terlihat kalut. Ia tak kuasa melihat putri bungsunya menderita. Dengan cepat, ia memerintahkan orang kepercayaannya untuk menyelidiki siapa pelaku bullying yang telah membuat Ria terluka. Shani, Gracia, dan Feni, ketiga kakak Ria, setia menemani adik mereka. Mereka bergantian mengusap air mata Ria, memberikan semangat, dan menenangkan hati adik mereka yang terluka. Keesokan harinya, Argantara memutuskan untuk menemani Ria kembali ke sekolah. Ia ingin mencari tahu siapa yang telah berani menyakiti putrinya. Di lapangan sekolah, Ria berdiri tegak, matanya menatap tajam ke arah para siswa. Ia bertekad untuk mengungkap pelaku bullying yang telah membuatnya menderita. Namun, sebelum Ria sempat berbicara, pihak sekolah memutuskan untuk membawa Ria pulang untuk beristirahat. Sang ayah harus menghadiri rapat mendadak, dan ketiga kakaknya pun bergantian menemani Ria di kamarnya. Saat tengah malam, Ria terbangun dari tidurnya. Rasa haus yang mendera membuatnya meringis. Ia mencoba memanggil kakaknya, namun tak ada jawaban. Ria pun memutuskan untuk turun sendiri mencari air minum. Di tengah perjalanan menuju dapur, Ria bertemu dengan Shani. Kakaknya itu langsung menghampiri Ria dan membantunya kembali ke kamar. Shani pun menenangkan Ria dan menemaninya hingga tertidur kembali. Catatan:** Cerita ini menggambarkan bagaimana Ria, seorang anak yang menjadi korban bullying, mendapatkan dukungan dari keluarganya. Kisah ini juga menunjukkan bagaimana pentingnya peran orang tua dan kakak dalam memberikan perlindungan dan dukungan kepada anak yang menjadi korban bullying.