Ketika Tidur Tak Lagi Menenangkan **

** Jam dinding menunjukkan pukul 03.15. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menerobos celah gorden, menari-nari di dinding kamar. Aku terbangun. Bukan karena alarm, bukan karena mimpi buruk, tapi karena sebuah perasaan aneh yang menggerogoti ketenangan malam. Seolah ada sesuatu yang tak beres. Aku mencoba kembali memejamkan mata, berharap bisa tertidur lagi. Namun, pikiran-pikiran mulai berputar-putar. Khawatir tentang ujian besok, deadline tugas yang mendekat, atau mungkin hanya sebuah kegelisahan yang tak terdefinisi. Aku berbalik, mencoba mencari posisi yang nyaman. Namun, tak ada yang berhasil. Rasa gelisah itu semakin kuat, membuatku semakin sulit untuk kembali tertidur. Aku bangkit dari tempat tidur, berjalan ke jendela. Menatap kegelapan malam, mencoba mencari ketenangan. Namun, yang kutemukan hanyalah kesunyian yang mencekam. Aku teringat kata-kata ibuku, "Jika kamu tak bisa tidur, cobalah berdoa atau membaca buku." Aku mencoba berdoa, berharap bisa menemukan ketenangan. Namun, kata-kata doa yang biasanya menenangkan, kini terasa hampa. Akhirnya, aku menyerah. Aku kembali ke tempat tidur, memeluk bantal, dan mencoba untuk menerima kenyataan. Malam ini, tidur tak lagi menenangkan. Namun, di tengah kegelisahan itu, aku menemukan sebuah pelajaran. Bahwa terkadang, kita tak bisa memaksakan diri untuk tidur. Bahwa terkadang, kita perlu menerima kenyataan bahwa malam ini, kita tak akan bisa tidur. Dan mungkin, di tengah kegelisahan itu, kita bisa menemukan sebuah kesempatan untuk merenung, untuk berpikir, untuk menata kembali pikiran dan perasaan kita. Mungkin, di tengah kegelisahan itu, kita bisa menemukan sebuah kekuatan baru.