Dampak Absentee Land Ownership pada Pertanian Lokal

Pemilikan tanah absentee merujuk pada situasi di mana tanah pertanian dimiliki oleh individu atau entitas yang tidak secara aktif terlibat dalam pengelolaan atau pemanfaatan tanah tersebut. Praktik ini sering kali dilarang karena berbagai alasan yang berkaitan dengan dampak negatifnya terhadap pertanian lokal dan masyarakat sekitar. Pertama, pemilikan tanah absentee dapat menyebabkan penurunan produktivitas pertanian. Tanah yang tidak dikelola dengan baik cenderung mengalami degradasi, penurunan kesuburan, dan penurunan hasil panen. Hal ini berdampak langsung pada ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada pertanian sebagai sumber utama kehidupan. Kedua, praktik ini sering kali mengakibatkan ketidakadilan sosial dan ekonomi. Tanah yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat lokal sering kali dimiliki oleh pihak luar yang tidak memiliki hubungan langsung dengan tanah tersebut. Ini dapat menyebabkan ketimpangan dalam distribusi kekayaan dan akses terhadap sumber daya, yang pada akhirnya memperburuk ketidakadilan sosial dan ekonomi di masyarakat. Selain itu, pemilikan tanah absentee juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Tanah yang tidak dikelola dengan baik cenderung mengalami erosi, banjir, dan polusi. Hal ini tidak hanya merusak tanah tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, pemilikan tanah absentee harus dihindari. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa tanah pertanian dikelola secara berkelanjutan dan adil. Dengan demikian, kita dapat menjaga ketahanan pangan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan.