Cerita Rakyat Banten - Awal Mula Batu Kuwuung

Dahulu kala, di sebuah desa di Banten, hiduplah seorang saudagar yang sangat kaya. Namun, sayangnya, saudagar ini memiliki sifat yang buruk, ia sombong dan kikir. Karena sikapnya yang buruk ini, penduduk desa sangat membencinya.

Suatu hari, seorang pengemis berkaki pincang datang meminta makanan kepada sang saudagar. Namun, bukannya memberi makanan, saudagar itu malah menghardik dan mencaci maki si pengemis. "Enak saja kamu minta-minta. Kau kira hartaku ini milik nenek moyangmu. Sudah, pergi sana!" kata saudagar dengan kasar.

Si pengemis merasa terhina dan terluka oleh perlakuan saudagar tersebut. Namun, ia tidak marah, melainkan berkata, "Dasar manusia sombong! Tunggulah, sebentar lagi kau akan mendapat balasan akibat perbuatanmu ini!" Setelah itu, si pengemis pergi tanpa menoleh lagi.

Keesokan harinya, ketika saudagar bangun dari tidurnya, ia merasa kedua kakinya sulit digerakkan. Ia tidak mampu bangkit dari kasurnya dan merasa panik. Saudagar itu segera memerintahkan pengawainya untuk mencari tabib, dukun, atau orang sakti yang bisa mengobati penyakitnya. Namun, tidak ada satu pun orang pintar yang berhasil mengobati saudagar tersebut.

Saudagar itu pun berjanji bahwa ia akan memberikan setengah dari harta kekayaannya kepada siapa saja yang dapat menyembuhkan penyakitnya dan menjelaskan apa yang menjadi penyebabnya. Mendengar hal itu, si pengemis pincang mengingatkan saudagar bahwa penyakitnya disebabkan oleh perlakuannya terhadap si pengemis. Si pengemis menjelaskan bahwa ia telah mengutuk saudagar tersebut karena sikap sombong dan kejamnya.

Saudagar itu merasa sangat menyesal atas perbuatannya dan berjanji untuk berubah menjadi lebih baik. Ia meminta maaf kepada si pengemis dan berjanji akan memperbaiki sikapnya. Si pengemis pun mengampuni saudagar dan menghilangkan kutukan yang ia berikan.

Dari saat itu, saudagar tersebut benar-benar berubah. Ia menjadi lebih rendah hati, murah hati, dan tidak sombong lagi. Kekayaannya pun kembali pulih dan ia hidup bahagia bersama penduduk desa yang dulunya membencinya.

Cerita ini mengajarkan kita pentingnya sikap rendah hati, murah hati, dan tidak sombong. Kita harus selalu berbuat baik kepada sesama, karena perbuatan buruk yang kita lakukan bisa berakibat buruk bagi diri kita sendiri.