Membongkar Realitas Pernikahan Paksa dalam Novel Siti Nurbaya

Pernikahan adalah momen sakral yang diimpikan oleh banyak orang, terutama bagi mereka yang mendambakan ikatan cinta dan kasih sayang. Namun, realitas tak selalu seindah mimpi. Dalam novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli, kita dihadapkan pada sisi kelam perkawinan, yaitu pernikahan paksa yang menghancurkan mimpi dan harapan. Novel ini dengan gamblang membongkar realitas pernikahan paksa yang merenggut kebahagiaan dan memaksa individu terjebak dalam belenggu penderitaan.

Jerat Hutang dan Budi: Akar Pernikahan Paksa

Pernikahan paksa dalam novel Siti Nurbaya berakar dari jerat hutang dan budi. Baginda Sulaiman, ayah Siti Nurbaya, terlilit hutang kepada Datuk Meringgih, seorang rentenir licik. Ketidakmampuan Baginda Sulaiman untuk membayar hutang menjadi senjata bagi Datuk Meringgih untuk memaksanya menikahkan Siti Nurbaya dengan dirinya. Pernikahan ini jelas-jelas merupakan transaksi bisnis yang mengorbankan kebahagiaan Siti Nurbaya demi melunasi hutang.

Derita Hati yang Terpenjara: Nestapa Siti Nurbaya

Pernikahan paksa menjerumuskan Siti Nurbaya ke dalam jurang nestapa. Ia dipaksa memutuskan hubungan dengan Samsulbahri, kekasih hatinya, dan hidup bersama pria yang tidak dicintainya. Hati Siti Nurbaya meronta, terpenjara dalam ikatan pernikahan yang dipaksakan. Ia bagai burung dalam sangkar emas, hidup bergelimang harta namun kehilangan kebebasan dan cinta sejati.

Wajah Ketimpangan Sosial: Kritik Terhadap Tradisi Patriarki

Novel Siti Nurbaya juga menyuarakan kritik terhadap tradisi patriarki yang masih mengakar kuat dalam masyarakat. Perempuan dianggap sebagai objek yang tidak memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri. Keputusan Siti Nurbaya untuk menikah dengan Samsulbahri dianggap sebagai pelanggaran terhadap adat dan budaya yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kendali.

Cinta yang Terhalang Tembok Pernikahan Paksa

Meskipun terpisahkan oleh tembok pernikahan paksa, cinta antara Siti Nurbaya dan Samsulbahri tetap berkobar. Mereka berusaha menjaga api cinta tetap menyala di tengah terpaan badai. Namun, realitas tak berpihak pada mereka. Perbedaan status sosial dan intrik jahat Datuk Meringgih menjadi penghalang besar bagi cinta mereka.

Tragedi Kematian: Akhir yang Menyayat Hati

Kisah cinta Siti Nurbaya dan Samsulbahri berakhir tragis. Datuk Meringgih yang dibakar api cemburu, tega menghabisi nyawa Samsulbahri. Kematian Samsulbahri menjadi pukulan telak bagi Siti Nurbaya. Ia pun menyusul sang kekasih ke alam baka, meninggalkan duka mendalam bagi orang-orang yang mencintainya.

Novel Siti Nurbaya memberikan gambaran pilu tentang realitas pernikahan paksa yang menghancurkan mimpi dan harapan. Melalui kisah tragis Siti Nurbaya, Marah Rusli dengan tajam mengkritik praktik kawin paksa yang merampas hak asasi manusia, khususnya perempuan. Novel ini menjadi cermin bagi kita untuk terus memperjuangkan hak setiap individu untuk memilih pasangan hidup dan membangun bahtera rumah tangga berdasarkan cinta dan kasih sayang, bukan paksaan dan kepentingan semata.