Analisis Reaksi Publik Terhadap Pemblokiran Platform Digital di Indonesia: Perspektif Teori Pembelajaran Sosial

Pemblokiran platform digital oleh pemerintah seringkali memicu reaksi publik yang beragam. Studi kasus ini menganalisis reaksi tersebut melalui lensa Teori Pembelajaran Sosial Bandura. Alih-alih pasif menerima pemblokiran, publik justru melakukan protes dan perlawanan, menunjukkan bahwa model perilaku yang ditiru tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan pemerintah. Pertama, observasi dan imitasi memainkan peran krusial. Publik mengamati tindakan pemerintah dan reaksi kelompok tertentu. Mereka meniru perilaku protes, bukan kepatuhan pasif. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas kebijakan pemerintah bergantung pada model perilaku yang diamati publik. Jika model yang dominan adalah perlawanan, maka kebijakan pemblokiran justru dapat memicu reaksi yang berlawanan. Kedua, pengalaman dan konteks sosial sangat berpengaruh. Pengalaman positif dengan platform yang diblokir, ditambah persepsi terhadap kebebasan internet dan konteks politik Indonesia, membentuk interpretasi publik terhadap pemblokiran. Persepsi sensor, misalnya, akan mendorong penolakan. Konteks sosial yang mendukung kebebasan berekspresi akan memperkuat reaksi protes. Ketiga, proses kognitif publik tidak pasif. Mereka mengevaluasi tindakan pemerintah, mencari informasi tambahan, dan membentuk opini. Munculnya tagar #BlokirKominfo menunjukkan proses kognitif aktif ini, di mana publik secara aktif mengekspresikan penolakan. Ini menunjukan bahwa publik bukan sekadar peniru pasif, tetapi aktor yang aktif memproses informasi dan membentuk respons. Terakhir, penguatan (reinforcement) berperan dalam memperkuat atau melemahkan perilaku protes. Dukungan luas terhadap protes akan memperkuatnya, sementara pengabaian akan melemahkannya. Oleh karena itu, respons pemerintah terhadap protes sangat menentukan arah reaksi publik selanjutnya. Kesimpulannya, Teori Pembelajaran Sosial memberikan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap reaksi publik terhadap pemblokiran platform digital. Kegagalan pemerintah dalam mengantisipasi reaksi ini menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap proses pembelajaran sosial yang kompleks, yang melibatkan observasi, imitasi, proses kognitif, dan penguatan perilaku. Memahami dinamika ini krusial bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan responsif terhadap aspirasi publik. Keberhasilan kebijakan tidak hanya bergantung pada implementasi, tetapi juga pada bagaimana kebijakan tersebut diinterpretasi dan direspon oleh masyarakat. Hal ini menekankan pentingnya dialog dan transparansi dalam pengambilan kebijakan publik.