Membedah Konsep Tawassul dalam Perspektif Fiqh dan Tasawuf

Tawassul merupakan konsep yang sarat makna dan telah mengakar kuat dalam khazanah Islam. Ia menjadi jembatan spiritual yang menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Dalam praktiknya, tawassul memiliki dimensi yang luas, merambah ranah fiqh dan tasawuf, sehingga memunculkan beragam interpretasi dan aplikasi.

Makna Tawassul dalam Fiqh: Pendekatan Legal-Formal

Fiqh, sebagai disiplin ilmu yang fokus pada tataran hukum Islam, memandang tawassul sebagai suatu amalan yang perlu dikaji keabsahannya berdasarkan dalil dan kaidah yang jelas. Dalam perspektif ini, tawassul didefinisikan sebagai mencari "wasilah" atau perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Para ulama fiqh berbeda pendapat mengenai batasan dan bentuk tawassul yang diperbolehkan. Sebagian ulama membatasi tawassul hanya dengan nama Allah SWT, sifat-sifat-Nya yang mulia, amal shalih, dan doa orang-orang yang masih hidup.

Pendapat lain yang juga kuat menyatakan bahwa tawassul dapat dilakukan dengan meminta doa melalui kedudukan orang-orang shalih yang telah wafat. Dasar dari pendapat ini adalah keyakinan bahwa orang-orang shalih yang telah meninggal dunia tetap hidup di alam barzakh dan doa mereka tetap diijabah oleh Allah SWT.

Tawassul dalam Tasawuf: Perjalanan Hati Menuju Allah

Berbeda dengan fiqh yang mengedepankan aspek legalitas, tasawuf menitikberatkan pada dimensi spiritual dan esoteris dari tawassul. Dalam pandangan tasawuf, tawassul merupakan suatu perjalanan hati untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara meneladani akhlak dan maqam spiritual para wali Allah.

Para sufi meyakini bahwa kedekatan dengan Allah SWT dapat dicapai dengan mengosongkan hati dari segala sesuatu kecuali Allah SWT dan menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji. Dalam konteks ini, tawassul dimaknai sebagai upaya untuk meneladani dan menyerap energi spiritual dari orang-orang yang telah mencapai maqam kedekatan dengan Allah SWT.

Menjembatani Perbedaan: Memahami Esensi Tawassul

Perbedaan pandangan antara fiqh dan tasawuf dalam memaknai tawassul sebenarnya tidak lah saling bertentangan. Fiqh memberikan koridor hukum agar amalan tawassul tetap berada di jalur yang benar dan tidak terjerumus ke dalam kesyirikan. Sementara itu, tasawuf memberikan dimensi spiritual yang mendalam, mengingatkan bahwa esensi dari tawassul adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan hati yang ikhlas dan penuh kerinduan.

Tawassul, baik dalam perspektif fiqh maupun tasawuf, pada hakikatnya merupakan bentuk dari ikhtiar dan doa kepada Allah SWT. Yang terpenting adalah senantiasa melandasi amalan tawassul dengan keyakinan bahwa Allah SWT-lah satu-satunya Dzat yang berhak untuk dimintai pertolongan dan disembah. Dengan pemahaman yang utuh dan bijaksana, tawassul dapat menjadi jembatan spiritual yang kokoh dalam mengarungi samudra kehidupan menuju Sang Khalik.

Tawassul, dalam kedua perspektif tersebut, mengajarkan kita tentang pentingnya mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Baik melalui amalan-amalan yang sesuai syariat maupun dengan mensucikan jiwa dan meneladani akhlak mulia, semua bermuara pada satu tujuan, yaitu menggapai ridha dan cinta-Nya.