Pendekatan Teologis Normatif dalam Pemahaman Keagamaan

Pendekatan teologis normatif dalam agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lain. Karena sifat dasarnya yang partikularistik dengan mudah kita dapat menemukan teologi Kristen-katolik, teologi Kristen protestan, dan sebagainya. Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era kontemporer ini ada 4 prototipe pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis, mesianis, dan tradisionalis. Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan. Setiap bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sedangkan yang lainnya dianggap salah. Aliran teologi yang seperti itu yakin dan fanatik bahwa pemahamannya yang benar, sedangkan paham yang lainnya dianggap keliru, sesat, kafir, murtad, dan seterusnya. Pada masa sekarang ini muncul istilah yang disebut dengan teologi masa kritis, yaitu suatu usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya, suatu penafsiran atas sumber-sumber aslinya dan tradisinya dalam konteks permasalahan masa kini. Teologi masa kritis bergerak antara dua kutub: teks dan situasi; masa lampau dan masa kini. Hal ini mesti ada dalam setiap agama, meskipun dalam bentuk dan fungsinya yang berbeda-beda. Salah satu ciri dari teologi masa kini adalah sifat kritisnya. Sikap kritis ini ditujukan pertama-tama pada agamanya sendiri (agama sebagai institusi sosial) dan kemudian juga kepada situasi yang dihadapinya. Teologi sebagai kritik agama berarti antara lain mengungkapkan berbagai kecenderungan dalam institusi agama yang menghambat panggilannya, menyelamatkan manusia, dan kemanusiaan. Teologi kritis bersikap kritis pula terhadap lingkungannya. Hal ini hanya dapat terjadi jika agama terbuka juga terhadap ilmu-ilmu sosial dan memanfaatkan ilmu tersebut bagi pengembangan teologinya. Penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam teologi merupakan fenomena baru dalam teologi. Lewat ilmu-ilmu sosial itu dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang situasi sosial dan budaya yang mempengaruhi agama. Dengan demikian, pendekatan teologis normatif dalam pemahaman keagamaan memiliki peran penting dalam memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan. Namun, dalam era kontemporer, muncul pula pendekatan teologi masa kritis yang bersifat kritis terhadap agama dan lingkungannya. Pendekatan ini memungkinkan pengembangan teologi yang lebih relevan dengan situasi sosial dan budaya yang ada.