Ria, Si Bungsu yang Jatuh **

essays-star 4 (242 suara)

** Senja menyapa mansion keluarga Natio dengan hangat. Argantara, Indira, dan ketiga putri mereka, Shani, Gracia, dan Feni, asyik menonton televisi di ruang keluarga. Tawa mereka bergema di ruangan yang luas itu, menciptakan suasana penuh kebahagiaan. Di kamarnya, Ria, si bungsu, tengah mencari boneka kesayangannya. Kaki mungilnya melangkah dengan lincah, tangan kecilnya sibuk meraba-raba di balik lemari. Tiba-tiba, kakinya tersandung sebuah mainan kayu yang tergeletak di lantai. Ria terjatuh dengan keras, tangisannya menggema di ruangan. Suara tangisan Ria membuat Argantara dan Indira langsung beranjak dari sofa. Khawatir, mereka berlari menuju kamar Ria. Shani, Gracia, dan Feni pun ikut menyusul. "Ria, sayang, kenapa menangis?" tanya Indira lembut, menggendong Ria yang masih terisak. "Kakinya sakit, Ma," jawab Ria, menunjuk kakinya yang terluka. Argantara segera memeriksa kaki Ria. "Sepertinya hanya lecet, sayang. Tidak apa-apa, ya?" Ria mengangguk pelan, air matanya perlahan mereda. "Ria harus hati-hati, ya. Jangan berlari-lari di dalam kamar," pesan Shani, sambil mengelus kepala Ria. Ria mengangguk lagi, matanya menatap boneka kesayangannya yang tergeletak di lantai. "Mau boneka itu, Ria?" tanya Feni, mengambil boneka itu dan menyerahkannya kepada Ria. Ria tersenyum lebar, matanya berbinar. "Terima kasih, Kak," ucap Ria, memeluk erat boneka kesayangannya. Kejadian itu menjadi pelajaran berharga bagi Ria. Ia belajar untuk lebih berhati-hati dan tidak lagi berlari-lari di dalam kamar. Keluarga Natio pun kembali menikmati kebersamaan mereka, dengan Ria yang kini lebih ceria dan penuh semangat.