Membongkar Mitos: Apakah Sultanah di Aceh Memiliki Kekuasaan yang Sama dengan Sultan?

Di tengah narasi sejarah yang seringkali didominasi oleh sosok laki-laki, muncul pertanyaan menarik tentang peran perempuan dalam kekuasaan. Di Aceh, sebuah kerajaan Islam yang berdiri teguh di ujung utara Sumatera, terdapat sosok-sosok Sultanah yang memegang kendali pemerintahan. Namun, apakah Sultanah di Aceh memiliki kekuasaan yang sama dengan Sultan? Mitos dan fakta seringkali bercampur aduk, sehingga perlu dilakukan penelusuran lebih dalam untuk mengungkap kebenarannya.

Membedah Peran Sultanah dalam Sejarah Aceh

Sejarah mencatat beberapa Sultanah yang memimpin Aceh, seperti Sultanah Safiatuddin (1641-1675) dan Sultanah Kamalatuddin (1675-1678). Mereka bukan sekadar simbol, tetapi pemimpin yang memegang kendali penuh atas pemerintahan. Sultanah Safiatuddin, misalnya, dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan berwibawa. Ia memimpin Aceh dalam masa-masa sulit, menghadapi ancaman dari Portugis dan Belanda. Ia juga dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana, yang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.

Menelisik Aspek Kekuasaan Sultanah

Meskipun memegang kekuasaan, Sultanah di Aceh tidak sepenuhnya memiliki kekuasaan yang sama dengan Sultan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

* Tradisi dan Hukum Islam: Tradisi dan hukum Islam di Aceh pada masa itu menempatkan laki-laki sebagai pemimpin utama. Meskipun perempuan dapat memegang kekuasaan, mereka tetap berada di bawah naungan laki-laki, baik itu ayah, suami, atau saudara laki-laki.

* Sistem Pewarisan Tahta: Sistem pewarisan tahta di Aceh umumnya mengikuti garis keturunan laki-laki. Namun, dalam kondisi tertentu, seperti tidak adanya pewaris laki-laki, perempuan dapat naik tahta.

* Pengaruh Ulama: Ulama memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan Aceh. Mereka dapat memberikan nasihat dan bahkan menentang kebijakan Sultanah jika dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.

Menimbang Kekuasaan Sultanah dalam Konteks Sejarah

Meskipun terdapat beberapa batasan, Sultanah di Aceh tetap memiliki kekuasaan yang signifikan. Mereka memiliki wewenang untuk memimpin pemerintahan, mengeluarkan kebijakan, dan memimpin pasukan. Mereka juga memiliki pengaruh besar dalam urusan keagamaan dan sosial.

Kesimpulan

Membongkar mitos tentang kekuasaan Sultanah di Aceh membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang sejarah dan budaya Aceh. Meskipun tidak sepenuhnya memiliki kekuasaan yang sama dengan Sultan, Sultanah di Aceh tetap memegang peran penting dalam sejarah kerajaan ini. Mereka membuktikan bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin yang kuat dan berwibawa, bahkan dalam konteks budaya patriarki.