Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta: Dari Kesultanan hingga Provinsi Otonom

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah otonom di Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan kaya. Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta dikenal sebagai Kesultanan Mataram dan furende Landschappen bernama Zelfbesturende atau Ngayogyakarta pemerintah swapraja. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Pakualaman sebagai kerajaan yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri, yang dinyatakan dalam kontrak politik. Kontrak politik ini berarti setiap raja yang naik takhta harus mendapatkan restu dengan menandatangani kontrak politik dari pihak Hindia Belanda. Dengan kata lain, cara ini dilakukan supaya tetap dalam kendali Pemerintah Hindia Belanda. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII menghubungi Presiden Soekarno menyatakan bahwa Yogyakarta dan daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara Republik Indonesia. Kedua kerajaan ini bergabung untuk mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai kepala daerah dan Sri Paku Alam VIII sebagai wakil kepala daerah. Mereka bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Dasar hukum Daerah Istimewa Yogyakarta berasal dari Presiden Soekarno yang menjelaskan kedudukan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII yang lahirnya Republik Indonesia. Piagam ini lahir setelah Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengirimkan telegram ucapan selamat sekaligus mendukung Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta mencerminkan perjalanan dari Kesultanan hingga menjadi provinsi otonom. Dari kontrak politik dengan Pemerintah Hindia Belanda hingga pengakuan sebagai daerah otonom setingkat provinsi di Republik Indonesia. Sejarah ini menunjukkan bagaimana Yogyakarta tetap mempertahankan identitas dan keberagaman budaya serta menjadi pusat kebudayaan di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta terus berkembang dan berkontribusi dalam pembangunan nasional.