Luka Lama, Bayi Mungil\x0a\x0a**

**

Arka, bayi mungil berusia tujuh hari, merintih pelan di dalam boks bayinya. Tangisannya yang nyaring menggema di ruangan sunyi itu. Ridho, terbaring kaku di kursi roda, hanya bisa menatap putranya dengan tatapan kosong.

"Arka, sayang... Papa di sini," bisik Ridho, tangannya terulur lemah ingin meraih sang buah hati.

Dhea, yang duduk di sofa, hanya melirik sekilas. Matanya dingin, tak ada setitik pun kasih sayang yang terpancar.

"Kenapa kamu nggak ngurusin dia?" tanya Ridho, suaranya serak.

Dhea berdehem, "Aku lagi capek, Ridho. Kamu kan bisa ngurusin dia."

"Gimana aku mau ngurusin dia, tangan aku aja begini," jawab Ridho, menunjuk kursi rodanya.

"Ya udah, panggil suster aja," sahut Dhea, tak peduli dengan raut wajah Ridho yang muram.

Arka terus menangis. Ridho menghela napas, "Dhea, tolong... Aku mohon, susui dia."

Dhea menggeleng, "Nggak mau. Aku capek."

"Tapi dia anak kamu, Dhea," desak Ridho.

"Aku capek, Ridho. Aku capek ngurusin kamu, ngurusin dia, ngurusin semuanya!" Dhea berteriak, air matanya mengalir deras.

Ridho terdiam. Dia tahu, Dhea masih menyimpan luka lama. Luka yang disebabkan olehnya, yang membuatnya terbaring lumpuh di kursi roda.

"Dhea, aku tahu kamu masih marah sama aku. Tapi tolong, jangan salahkan Arka. Dia nggak salah," ucap Ridho, suaranya bergetar.

Dhea menunduk, "Aku... Aku nggak tahu, Ridho. Aku takut."

"Takut apa?" tanya Ridho, heran.

"Takut... Takut dia jadi kayak kamu," jawab Dhea, suaranya lirih.

Ridho tertegun. Dia baru menyadari, Dhea takut Arka akan mengalami nasib yang sama seperti dirinya.

"Dhea, aku mohon... Jangan takut. Dokter bilang, kelumpuhan aku hanya sementara. Aku akan sembuh," ucap Ridho, berusaha meyakinkan Dhea.

Dhea masih terdiam, matanya berkaca-kaca.

"Dhea, tolong... Untuk Arka. Untuk kita," pinta Ridho, suaranya penuh harap.

Dhea menghela napas panjang, "Baiklah."

Dia perlahan menghampiri boks bayi, mengangkat Arka dengan lembut. Arka yang tadinya menangis histeris, kini terdiam, matanya menatap Dhea dengan penuh harap.

Dhea tersenyum tipis, "Maaf, sayang. Mama capek."

Dia menyusui Arka dengan penuh kasih sayang. Ridho tersenyum lega, melihat Dhea akhirnya mau menerima Arka.

"Terima kasih, Dhea," bisik Ridho, matanya berkaca-kaca.

Dhea mengangguk, "Aku... Aku akan berusaha, Ridho. Untuk kita, untuk Arka."

Arka tertidur lelap di pelukan Dhea. Ridho menatap mereka berdua dengan penuh harap. Dia tahu, jalan menuju kebahagiaan masih panjang. Tapi, dia yakin, dengan cinta dan kasih sayang, mereka akan bisa melewati semua rintangan.