Analisis Perbandingan Rumus Hukum Perbandingan Berganda dalam Sistem Hukum Indonesia dan Eropa

Hukum perbandingan berganda, yang lazim disebut juga sebagai delik kumulatif, merupakan konsep hukum pidana yang kompleks dan menarik. Konsep ini menyentuh pada situasi ketika seorang terdakwa dihadapkan pada beberapa ketentuan hukum pidana atas satu perbuatan pidana. Di Indonesia dan Eropa, konsep ini diakui dan diterapkan, meskipun dengan pendekatan dan interpretasi yang berbeda.

Landasan Hukum Perbandingan Berganda di Indonesia

Sistem hukum pidana Indonesia, yang banyak dipengaruhi oleh hukum pidana Belanda, menganut asas legalitas dalam merumuskan delik. Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan tegas menyatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan. Prinsip ini menjadi dasar penerapan perbandingan berganda, yang secara eksplisit diatur dalam Pasal 63 KUHP.

Pasal ini memberikan dasar hukum bagi hakim untuk menjatuhkan pidana lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan dengan satu perbuatan. Ketentuan ini mencerminkan prinsip efisiensi dan keadilan dalam sistem peradilan pidana, memastikan bahwa pelaku kejahatan mempertanggungjawabkan semua konsekuensi dari perbuatannya.

Penerapan Perbandingan Berganda dalam Sistem Hukum Eropa

Berbeda dengan Indonesia, sistem hukum Eropa, khususnya dalam kerangka hukum Uni Eropa, tidak memiliki satu aturan tunggal yang mengatur perbandingan berganda. Penerapannya bervariasi di setiap negara anggota, dipengaruhi oleh sistem hukum nasional masing-masing. Namun, prinsip-prinsip umum yang melandasi perbandingan berganda, seperti _ne bis in idem_ (tidak boleh diadili dua kali untuk pelanggaran yang sama) dan hak atas persidangan yang adil, diakui secara luas.

Pengadilan Eropa untuk Hak Asasi Manusia (ECtHR) memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman dan penerapan perbandingan berganda di Eropa. Dalam beberapa putusannya, ECtHR menegaskan bahwa penerapan perbandingan berganda harus memperhatikan prinsip proporsionalitas dan hak-hak terdakwa.

Perbedaan Pendekatan dalam Penerapan Rumus Hukum

Perbedaan mencolok antara sistem hukum Indonesia dan Eropa terletak pada pendekatan dalam merumuskan dan menerapkan rumus hukum perbandingan berganda. Di Indonesia, Pasal 63 KUHP memberikan rumusan yang relatif kaku, dengan penekanan pada kesatuan perbuatan. Sementara itu, sistem hukum Eropa cenderung lebih fleksibel, dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti substansi pelanggaran, tujuan pemidanaan, dan hak-hak terdakwa.

Perbedaan pendekatan ini berimplikasi pada proses pemidanaan. Di Indonesia, hakim memiliki ruang gerak yang lebih terbatas dalam menjatuhkan pidana, terikat oleh rumusan pasal yang ketat. Sebaliknya, hakim di Eropa memiliki diskresi yang lebih luas, dengan mempertimbangkan konteks kasus dan prinsip-prinsip keadilan yang lebih luas.

Perbandingan antara sistem hukum Indonesia dan Eropa dalam hal perbandingan berganda menunjukkan kompleksitas dan dinamika konsep hukum pidana ini. Meskipun memiliki landasan dan tujuan yang sama, yaitu memastikan keadilan dan proporsionalitas dalam pemidanaan, perbedaan pendekatan dan interpretasi menghasilkan praktik hukum yang beragam.