Keringat Dingin di Pangkuan Kakak **

Jantung Shani berdebar kencang. Ria, adiknya, terkulai lemas di pangkuannya, wajahnya pucat pasi. Panggung teater JKT48 yang biasanya dipenuhi sorak sorai dan tawa, kini terasa sunyi dan mencekam. Ria, yang biasanya penuh semangat dan ceria, kini terbaring tak berdaya. "Ria, bangun! Ria!" Shani memanggil dengan suara bergetar. Namun, Ria tak kunjung membuka mata. Keringat dingin membasahi keningnya, dan napasnya tersengal-sengal. Shani panik. Ia segera memanggil tim medis yang langsung membawa Ria ke ruang perawatan. Di rumah sakit, Shani setia menunggu di samping ranjang Ria. Ia menggenggam erat tangan adiknya, berharap Ria segera siuman. Jam demi jam berlalu, namun Ria masih belum membuka mata. Wajah Shani dipenuhi kekhawatiran. Ia takut kehilangan adiknya yang selalu menjadi sumber kebahagiaan dalam hidupnya. "Ria, tolong bangun. Aku mohon, bangunlah," bisik Shani lirih. Air matanya menetes di samping ranjang Ria. Shani merasa sangat lemah dan tak berdaya. Ia hanya bisa berharap keajaiban terjadi. Tiba-tiba, jari-jari Ria bergerak sedikit. Shani langsung tersentak dan menatap Ria dengan penuh harap. Mata Ria perlahan terbuka, menatap Shani dengan pandangan yang masih sedikit kabur. "Kak Shani?" suara Ria terdengar lemah. Shani langsung memeluk Ria erat-erat. "Ria, kamu sudah bangun! Aku sangat khawatir," ucap Shani dengan suara bergetar. Ria tersenyum lemah. "Maaf, Kak. Aku membuatmu khawatir," kata Ria. Shani mengusap air mata di pipinya. "Yang penting kamu sudah bangun. Aku sangat lega," jawab Shani. Shani merasa lega dan bersyukur. Ia bersyukur Ria telah siuman. Ia tahu, Ria masih membutuhkan waktu untuk pulih sepenuhnya. Namun, Shani yakin Ria akan kembali sehat seperti sedia kala. Ia akan selalu ada untuk Ria, untuk menemaninya melewati masa sulit ini. Catatan:** Cerita ini menggambarkan rasa khawatir dan cinta seorang kakak terhadap adiknya. Meskipun singkat, cerita ini menunjukkan kekuatan ikatan keluarga dan harapan yang tak pernah padam.