Qiyas: Jembatan Menuju Keadilan dalam Hukum Islam **

Hukum Islam, sebagai sistem hukum yang komprehensif, dibangun di atas dua sumber utama: Al-Quran dan Hadis. Namun, tidak semua situasi kehidupan tercantum secara eksplisit dalam kedua sumber tersebut. Di sinilah peran qiyas, metode analogi, menjadi sangat penting. Qiyas memungkinkan para ulama untuk menerapkan hukum Islam pada kasus-kasus baru dengan cara mencocokkannya dengan kasus yang telah ada dalam Al-Quran dan Hadis. Proses qiyas dimulai dengan mengidentifikasi asl, yaitu kasus yang telah diatur dalam Al-Quran dan Hadis. Kemudian, manshub, kasus baru yang belum diatur, dibandingkan dengan asl. Jika terdapat illah**, yaitu sebab hukum yang sama antara keduanya, maka hukum yang berlaku pada asl dapat diterapkan pada manshub. Sebagai contoh, Al-Quran melarang meminum minuman keras. Ilahnya adalah karena minuman keras dapat merusak akal dan menyebabkan kerusakan. Dengan menggunakan qiyas, para ulama dapat menerapkan larangan ini pada narkoba, karena narkoba juga memiliki ilah yang sama, yaitu merusak akal dan menyebabkan kerusakan. Qiyas bukan hanya metode untuk memperluas cakupan hukum Islam, tetapi juga alat untuk mencapai keadilan. Dalam kasus-kasus baru yang tidak tercantum dalam Al-Quran dan Hadis, qiyas memungkinkan para ulama untuk menerapkan hukum yang adil dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Namun, qiyas harus dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan pemahaman yang mendalam tentang Al-Quran, Hadis, dan ilmu fiqh. Para ulama harus memastikan bahwa ilah yang digunakan dalam qiyas benar-benar sama dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara asl dan manshub. Qiyas merupakan bukti kecerdasan dan fleksibilitas hukum Islam. Dengan menggunakan metode analogi, hukum Islam dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadis.