Menggali Akar Primordialisme: Sejarah dan Implikasinya pada Politik Lokal

Primordialisme telah lama menjadi bagian integral dari lanskap politik Indonesia, terutama di tingkat lokal. Fenomena ini, yang mengakar pada identitas etnis, agama, dan kedaerahan, memiliki sejarah panjang yang dapat ditelusuri hingga masa pra-kolonial. Meskipun Indonesia telah merayakan keberagamannya dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika", primordialisme tetap menjadi kekuatan yang signifikan dalam membentuk dinamika politik lokal. Artikel ini akan menggali akar historis primordialisme di Indonesia dan menganalisis implikasinya terhadap politik lokal kontemporer.

Akar Historis Primordialisme di Indonesia

Primordialisme di Indonesia memiliki akar yang dalam, berakar pada struktur sosial masyarakat nusantara pra-kolonial. Pada masa itu, masyarakat terorganisir dalam kelompok-kelompok etnis dan kerajaan-kerajaan kecil yang memiliki identitas kuat. Loyalitas primordial ini diperkuat oleh sistem kasta, adat istiadat, dan kepercayaan lokal yang membedakan satu kelompok dari yang lain. Ketika kolonialisme Belanda tiba, mereka memanfaatkan dan bahkan memperkuat perbedaan-perbedaan ini melalui politik devide et impera, yang semakin mempertajam garis-garis primordial.

Primordialisme dalam Konteks Kemerdekaan dan Orde Baru

Setelah kemerdekaan, para pendiri bangsa berusaha menyatukan keragaman Indonesia melalui konsep negara kesatuan. Namun, primordialisme tetap menjadi tantangan besar. Pada era Orde Baru, rezim Soeharto mengadopsi pendekatan yang ambivalen terhadap primordialisme. Di satu sisi, mereka menekan ekspresi identitas etnis dan agama yang dianggap mengancam persatuan nasional. Di sisi lain, mereka juga memanfaatkan sentimen primordial untuk mempertahankan kekuasaan, terutama di daerah-daerah yang rawan konflik.

Kebangkitan Primordialisme di Era Reformasi

Era Reformasi membawa angin segar demokrasi, tetapi juga membuka kotak Pandora primordialisme yang selama ini direpresi. Desentralisasi dan otonomi daerah, yang dimaksudkan untuk memberikan kekuasaan lebih besar kepada daerah, justru memberi ruang bagi elite lokal untuk memanfaatkan sentimen primordial demi kepentingan politik. Primordialisme menjadi alat yang ampuh dalam mobilisasi massa dan perolehan suara dalam pemilihan kepala daerah.

Implikasi Primordialisme terhadap Politik Lokal

Primordialisme memiliki implikasi yang signifikan terhadap politik lokal di Indonesia. Pertama, ia sering menjadi dasar pembentukan koalisi politik dan aliansi elektoral. Partai-partai politik dan kandidat seringkali memanfaatkan identitas etnis atau agama untuk menarik dukungan. Kedua, primordialisme dapat mempengaruhi kebijakan publik, di mana kelompok-kelompok tertentu mungkin diuntungkan atas dasar identitas primordial mereka. Ketiga, ia dapat memicu konflik horizontal, terutama ketika sentimen primordial dieksploitasi untuk kepentingan politik jangka pendek.

Tantangan Governance dan Pembangunan

Primordialisme juga menciptakan tantangan serius bagi tata kelola pemerintahan dan pembangunan di tingkat lokal. Ketika pengambilan keputusan lebih didasarkan pada pertimbangan primordial daripada merit atau kebutuhan objektif, hal ini dapat mengakibatkan inefisiensi dan ketidakadilan dalam alokasi sumber daya. Selain itu, primordialisme dapat menghambat inovasi dan reformasi yang diperlukan untuk kemajuan daerah, karena status quo sering kali menguntungkan elit lokal yang berbasis primordial.

Upaya Mengatasi Primordialisme dalam Politik Lokal

Menghadapi tantangan primordialisme, berbagai upaya telah dilakukan untuk memitigasi dampak negatifnya terhadap politik lokal. Pendidikan kewarganegaraan yang menekankan nilai-nilai kebangsaan dan keberagaman menjadi salah satu strategi jangka panjang. Di tingkat kebijakan, penerapan sistem merit dalam birokrasi dan transparansi dalam pengambilan keputusan publik diharapkan dapat mengurangi pengaruh primordialisme. Selain itu, penguatan lembaga-lembaga demokrasi dan masyarakat sipil juga penting untuk mengimbangi kekuatan politik berbasis primordial.

Primordialisme telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap politik Indonesia, terutama di tingkat lokal. Akarnya yang dalam, berasal dari sejarah panjang bangsa, membuatnya menjadi fenomena yang kompleks dan sulit dihilangkan sepenuhnya. Meskipun primordialisme dapat menjadi sumber identitas dan kohesi sosial, dampaknya terhadap politik lokal seringkali problematik. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengelola primordialisme agar tidak menjadi penghalang bagi demokrasi yang sehat dan pembangunan yang inklusif. Diperlukan pendekatan yang holistik dan jangka panjang, melibatkan pendidikan, reformasi kelembagaan, dan penguatan nilai-nilai kewarganegaraan, untuk menciptakan politik lokal yang lebih adil, inklusif, dan berorientasi pada kepentingan publik yang lebih luas.