Aroma Rempah dan Kenangan: Sebuah Perjalanan Mencicipi Nasi Oadang **

** Udara pagi di kota kecil itu terasa sejuk, embun masih menempel di dedaunan. Aroma rempah yang khas menusuk hidung, mengundang selera. Di sebuah warung sederhana, asap mengepul dari tungku, menandakan nasi oadang, hidangan khas daerah itu, sudah siap disantap. Aku masih ingat pertama kali mencicipi nasi oadang. Saat itu, aku masih kecil, diajak nenekku ke pasar tradisional. Di sana, aroma rempah yang kuat langsung menghipnotis indra penciumanku. Nenekku membeli sepiring nasi oadang, lengkap dengan lauk pauknya: rendang daging, telur balado, dan sambal hijau. Nasi oadang, dengan nasi putih yang pulen dan gurih, disiram kuah santan yang kental dan beraroma rempah. Rasa gurih dan pedasnya berpadu sempurna, membuatku tak henti-henti menyantapnya. Setiap suapan terasa seperti perjalanan ke masa lalu, mengingatkan aku pada kenangan indah bersama nenekku. Seiring berjalannya waktu, nasi oadang tak hanya menjadi makanan favoritku, tapi juga simbol budaya dan keakraban. Setiap kali mencicipi nasi oadang, aku selalu teringat pada nenekku, pada keramahan orang-orang di kampung halaman, dan pada kenangan indah masa kecil. Nasi oadang, lebih dari sekadar makanan. Ia adalah sebuah cerita, sebuah perjalanan, dan sebuah kenangan yang tak terlupakan. Setiap kali mencicipinya, aku merasakan kembali kehangatan dan keceriaan masa lalu, sebuah rasa yang tak ternilai harganya.