Penderitaan Israel dalam Kitab Yesaya dan Khotbah di Bukit dalam Injil Matius

Dalam Kitab Yesaya, terdapat empat syair yang disebut "syair-syair Hamba Tuhan" (ebed Yahweh), yaitu Yesaya 42:1-4, 49:1-6, 50:4-11, dan 52:13-53:12. Syair-syair ini merefleksikan bagaimana Israel harus memandang penderitaan masa lalunya, bagaimana mereka harus bersikap sekarang, dan bagaimana Israel di masa depan dapat menjadi bangsa-bangsa dan hidup dengan cara yang benar. Model yang diusulkan dalam syair-syair ini adalah model yang rendah hati, inklusif, dan toleran, bukan model yang triumfalistik, eksklusif, atau intoleran. Dalam syair terakhir, Yesaya 52:13-53:12, penderitaan Israel dilihat sebagai sesuatu yang bermakna, bukan hanya bagi Israel sendiri, tetapi juga bagi bangsa-bangsa lain. Israel tidak digambarkan sebagai model yang menarik atau mengagumkan, tetapi sebagai model yang pantas dipertanyakan. Penggambaran yang menjijikkan dalam syair ini merupakan metafora dari penderitaan Israel dalam pembuangan yang sangat memalukan. Penderitaan ini memiliki makna sebagai penebusan bagi dunia ini. Meskipun menderita malu yang amat sangat, Israel tidak mengalami dampak traumatik yang menyebabkan mereka membangun konsep umat terpilih yang triumfalis, eksklusif, dan intoleran. Sebaliknya, penderitaan Israel dilihat sebagai pelayanan bagi dunia. Dalam Injil Matius, terdapat Khotbah di Bukit (pasal 5-7) yang ditujukan kepada para murid dan siapa pun yang mau mendengar. Isi khotbah ini berkaitan dengan bagaimana manusia berelasi dengan manusia lainnya. Dalam Matius 7:13, Yesus merangkum isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi dengan mengatakan, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." Pernyataan ini sebenarnya sudah dikemukakan oleh Khong Hu Cu ratusan tahun sebelumnya. Dalam kesimpulannya, penderitaan Israel dalam Kitab Yesaya dan ajaran Yesus dalam Khotbah di Bukit memiliki kesamaan dalam pandangan tentang bagaimana manusia harus berelasi dengan manusia lainnya. Keduanya menekankan pentingnya sikap rendah hati, inklusif, dan toleran dalam berinteraksi dengan sesama.